Jakarta (ANTARA News) - Anggota DPR Emir Moeis tidak memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan suap yang diduga terkait dengan pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) pada 2004.

"Yang bersangkutan sudah melayangkan surat, tidak bisa hadir," kata Juru Bicara KPK, Johan Budi ketika dikonfirmasi wartawan di Jakarta, Kamis malam.

Johan mengatakan, surat Emir itu menyebutkan alasan ketidakhadiran politisi PDI Perjuangan itu karena sedang menjalankan tugas sebagai anggota DPR.

Menurut Johan, KPK akan menyusun ulang jadwal pemeriksaan terhadap Emir. Namun, dia belum bisa memastikan kapan Emir akan diperiksa.

Dihubungi secara terpisah, Emir mengatakan tidak bisa memenuhi panggilan KPK. Emir mengaku tidak bisa meninggalkan kesibukannya sebagai anggota DPR.

"Hari ini ada rapat dengan BI," kata politisi PDI Perjuangan itu.

Emir mengatakan sudah mengirim surat pemberitahuan kepada KPK bahwa dia tidak bisa memenuhi panggilan.

Ia juga pernah tidak memenuhi panggilan KPK pada Senin (9/11). Namun, menurut Johan Budi, saat itu KPK tidak menerima surat pemberitahuan tentang alasan ketidakhadiran Emir.

KPK telah menetapkan empat tersangka dalam kasus itu. Mereka adalah Dudhie Makmun Murod, Endin A.J. Soefihara, dan Hamka Yandhu yang pada saat kejadian ketiganya menjabat sebagai anggota Komisi Keuangan dan Perbankan DPR RI.

Selain itu, mantan anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Udju Djuhaeri juga telah ditetapkan sebagai tersangka.

Sebelumnya, Amir Karyatin, pengacara tersangka Dudhie Makmun Murod mengatakan, dua petinggi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) berperan dalam kasus yang menjerat Dudhie sebagai tersangka.

"Ada instruksi dari ketua fraksi TJK sekretaris fraksi PN," kata Amir ketika ditemui setelah mendampingi pemeriksaan Dudie Makmun Murod di gedung KPK.

Amir menegaskan, Dudie hanya menjalankan tugas dari pimpinan Fraksi PDI Perjuangan di DPR untuk mendukung calon tertentu dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada 2004.

"Ini konsekuensi yuridis kepada komisi IX khususnya fraksi PDIP untuk mendukung MG," kata Amir.

Secara rinci, menurut Amir, Dudie pernah ditelpon oleh PN untuk mengambil sejumlah uang di sebuah restoran.

Dudie menerima uang itu melalui seorang perantara, namun atas nama PN. Menurut Amir, kliennya lupa nama perantara tersebut.

Uang itu kemudian diserahkan Dudie kepada EM, seorang petinggi PDI Perjuangan dan DPR RI. "Setiap amplop

ada namanya," kata Amir tanpa menyebut jumlah yang dimaksud.

Namun, beberapa hari berikutnya, Dudhie Makmun Murod, membantah keterlibatan Tjahyo Kumolo dan Emir Moeis dalam kasus tersebut.

"Tidak benar Tjahyo Kumolo dan Emir Moeis memberi perintah kepada saya," kata Dudhie setelah menjalani pemeriksaan di KPK.

Dalam kasus itu, KPK juga telah memeriksa sejumlah anggota dan mantan anggota DPR, antara lain Nurdin Halid, MS. Hidayat, Achmad Hafiz Zawawi, TM. Nurlif, Baharuddin Aritonang, dan Daniel Tanjung.

Kasus aliran cek itu berawal dari laporan mantan anggota DPR Agus Condro. Politisi PDI Perjuangan itu mengaku menerima cek senilai Rp500 juta setelah pemilihan Deputi Gubernur Senior BI pada 2004 yang dimenangkan oleh Miranda S. Goeltom.

Menurut Agus, sejumlah anggota DPR juga menerima cek serupa.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009