Jakarta (ANTARA News) - Di akhir masa jabatan sebagai Menteri Pendidikan Nasional periode 2004-2009, Bambang Sudibyo mengatakan, dari sejumlah program dan kebijakan pembangunan pendidikan di Tanah Air, tidak ada pekerjaan rumah yang mengganjal.

"Tidak ada pekerjaan yang mengganjal. Semua pekerjaan itu pekerjaan lama tapi apakah sudah selesai, ya belum karena semua menteri bahkan presiden sekalipun ketika mengakhiri tugasnya masih ada saja pekerjaan yang belum terselesaikan. Yang penting semua kita kerjakan dengan sungguh-sungguh," kata Bambang Sudibyo.

Ia mengatakan, bersama para dirjen, dirinya telah menjabarkan program pembangunan pendidikan melalui rencana strategis 2004-2009 dan pada akhir masa jabatanya beberapa indikator keberhasilan dapat dilihat melalui terpenuhinya amanat UUD 1945 mengenai alokasi anggaran pendidikan 20 persen dari APBN, tercapainya wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun.

"Namun memang masih perlu kerja keras untuk melanjutkan berbagai program lanjutan yang dituangkan dalam rencana strategis 2010-2014," ujarnya.

Sementara itu, Menteri Pendidikan Nasional Kabinet Indonesia Bersatu II, Muhammad Nuh mengatakan, sesungguhnya tidak ada kata puas dalam membangun pendidikan di tanah Air.

"Namun terpenting adalah bagaimana membangun karakter bangsa jangan sampai dilupakan dan menjadi tanggung jawab dunia pendidikan. Ini penting untuk menumbuhkan "intellectual curiousity", di kalangan masyarakat dan generasi muda," ujarnya kepada pers usai serah terima jabatan di kantor Depdiknas beberapa waktu lalu.

Muhammad Nuh menyatakan, membangun pendidikan bangsa bukan pekerjaan mudah. Untuk itu, dirinya akan menjadikan sekolah sebagai wadah membangun karakater,moral dan budaya bagi generasi mendatang.

"Kalau sudah terjadi kesalahan desain kurikulum dan sistem pendidikan, maka perlu diperbaiki dengan harus ada landasan ilmu pengetahuan," katanya.

Harapan terhadap peningkatan dan mutu pendidikan di Tanah Air disuarakan oleh banyak kalangan terhadap Mendiknas Muhamad Nuh, seperti harapan seorang guru SD Global Jaya International Bintaro, Agus Sampurno untuk memberi prioritas membenahi kebijakan sekolah gratis yang banyak menimbulkan kesalahpahaman di lapangan.

"Banyak orang tua mengira semuanya menjadi gratis padahal sekolah yang baik juga mengikutsertakan partisipasi dari elemen lain di luar sekolah seperti orang tua siswa, masyarakat sekitar dan sebagainya," katanya menanggapi harapan ke depan terhadap Mendiknas Muhammad Nuh.

Pendidikan gratis yang tayangannya mengisi halaman iklan pelayanan masyarakat di televisi memberikan kesan bahwa seluruh biaya pendidikan bagi peserta didik SD dan SMP sepenuhnya ditanggung pemerintah melalui dana bantuan operasional sekolah (BOS).

Padahal tidak demikian, ujar Agus Sampurno, sebab untuk sekolah yang telah memiliki status rintisan sekolah berstandar internasional (RSBI) dan Sekolah Berstandar Internasional (SBI) diperbolehkan memungut biaya untuk peningkatan mutu pembelajaran.

Tayangan iklan pendidikan gratis yang muncul di televisi memang telah menimbulkan salah persepsi di kalangan masyarakat luas karena tidak dipaparkan secara jelas mengenai komponen-komponen biaya yang ditanggung dari dana BOS.

Agus meminta agar Mendiknas yang baru juga perlu meneruskan kebijakan blockgrant bagi peningkatan kualitas pendidik serta pengadaan sarana pendidikan tentunya dengan mengintensifkan pengawasan di lapangan, ujarnya.

"Menurut saya , yang paling penting adalah membenahi kualitas pelatihan guru dari waktu ke waktu. Guru adalah sumber belajar nomor satu di sekolah. Fasilitas boleh minim atau gedung boleh tidak permanen tapi jika kualitas gurunya baik maka tujuan pembelajaran akan berhasil," ujarnya.

Sebagai seorang guru, Agus Sampurno meminta pemerintah bisa meneruskan kebijakan sertifikasi guru yang sudah berjalan. Hanya saja tujuannya mesti dimurnikan kembali.

"Artinya jangan sampai sertifikasi hanya berkutat pada masalah peningkatan kualitas kesejahteraan guru dan bukan masalah profesionalisme. Proses penilaian sertifikasinya pun mesti ditinjau kembali, dengan proses porofolio yang ada sekarang, alih-alih guru mengikuti seminar untuk peningkatan kualitas mengajar, yang terjadi malah guru hanya datang karena sertifikat," ungkapanya.

Ia menyarankan agar pemerintah mencari cara agar proses sertifikasi guru saat yang sama tidak malah merusak mental guru.

"Ini bisa terlihat saat tunjangannya cair, dana yang ada tidak digunakan untuk pengembangan kualitas pengajaran seperti membeli buku atau membeli komputer serta berlangganan internet, yang terjadi guru malah menjadi konsumtif, sibuk membeli barang yang sebenarnya tidak terlalu diperlukan".

Dualisme

Anggota Komisi Kebudayaan Komisi Kebudayaan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), Prof. Eko Budihardjo dalam sebuah lokakarya tentang "Pendidikan dalam Perubahan Nilai-nilai Budaya" meminta para pengambil kebijakan agar menghindari dualisme sistem pendidikan ilmu pengetahuan dan sistem pendidikan agama, serta mencegah diskriminasi dan menumbuhkan rasa kebangsaan untuk mencegah timbulnya benih-benih terorisme, kata Anggota Komisi Kebudayaan

Menurut Komisi Kebudayaan AIPI, pendidikan memikul tanggung jawab yang besar dalam proses perubahan nilai budaya yang berasal dari pemikiran-pemikiran manusia menyangkut perpaduan dua kutub yang bertentangan, yakni konservasi dan inovasi. Untuk menyelaraskan dua

tujuan ini dibutuhkan model pendidikan yang transformatif.

Menurut Komisi Kebudayaan AIPI, salah satu kelemahan dalam pendidikan di Indonesia adalah kurangnya penerapan aspek pengenalan dan pemahaman nilai-nilai budaya dalam perilaku kehidupan sehari-hari.

Pemerintah diimbau terus mendorong kegiatan pekerjaan relawan untuk kepentingan umum, penerimaan pluralisme, perhatian terhadap kaum pinggiran, dan memasukkan Pramuka dalam sistem kurikulum pendidikan.

"Pendidikan perlu berorientasi multiintelegensi, yaitu memperhatikan berbagai aspek kemampuan intelegensi peserta didik demi demokratisasi peluang pendidikan," kata Eko Budihardjo, yang juga mantan Rektor Universitas Diponegoro Semarang.

Ia menambahkan, bisa saja seorang peserta didik lemah di bidang Matematika dan ilmu eksakta lainnya, namun memiliki bakat di bidang

musik.

"Bakat inilah yang harus terus dikembangkan agar peserta didik tumbuh menjadi anak yang percaya diri," katanya.

Komisi Kebudayaan AIPI juga menekankan bahwa pendidikan harus mencakup pembangunan watak dengan cara memahami yang baik,

mencintai yang baik, dan berbuat yang baik sehingga terbentuk persaudaraan antarmanusia, kepedulian, kerajinan, dan kejujuran.

"Pendidikan perlu dilengkapi dengan kepekaan untuk mendeteksi dan menganalisis relativitas dalam kehidupan nyata sehingga tidak

memutlakkan apa yang kasat mata," katanya.

Sebagai kalangan akademisi, Rektor Universitas Indonesia, Prof Gumilar Rusliwa Somantri mengharapkan siapa pun yang menjadi mendiknas berikutnya harus bisa merapikan pemerintahan didalam tubuh departemen pendidikan sendiri yang telah dirintis oleh menteri sebelumnya.

Selain itu, Mendiknas yang baru harus melakukan komunikasi intensif dengan pemerintah daerah baik tingkat provinsi maun kabupaten/ kota.

"Pemerintah daerah juga memiliki tanggung jawab dalam menyukseskan pendidikan. Karena itu Mendiknas harus menjalin komunikasi intensif agar sinergis," katanya.

Sementara untuk jangka panjang yakni program selama lima tahun, Mendiknas yang baru diharapkan bisa merangkul industri dan masyarakat untuk bisa menyukseskan pendidikan nasional.

"Tidak mungkin membangun pendidikan hanya mengandalkan dana sebesar 20 persen dari APBN sehingga perlu merangkul peran masyarakat dan industri," katanya.

Karena itu , secara keseluruhan, seorang mendiknas harus memiliki jiwa kepemimpinan yang bisa mengantarkan dunia pendidikan di Indonesia lebih maju lagi dan bertarap internasional.

"Saya rasa Bapak M Nuh memiliki jiwa kepemimpinan yang baik, apabila beliau memang terpilih maka kita berharap ia akan menjalankan tugasnya dengan optimal," katanya.
(*)

Pewarta: Oleh Zita Meirina
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009