penggunaan kantong kemasan berbahan plastik sampai batas waktu tertentu tersebut sebagai celah hukum yang dapat dimanfaatkan oleh pengusaha ritel
Jakarta (ANTARA) - Peneliti dari 'Center for Environmental Law (ICEL) Bella Nathania mengingatkan larangan penggunaan kantong plastik sekali pakai yang diatur dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 142 Tahun 2019 memiliki celah hukum yang perlu diwaspadai oleh pemerintah.

"Pergub 142/2019 sudah bagus ada pelarangan kantong belanja dari plastik, tapi di kantong kemasan ada celah hukum," kata  Bella Nathania dalam diskusi The Coversation yang disiarkan secara langsung melalui kanal YouTube The Coversation Indonesia, Rabu.

Baca juga: Larangan plastik sekali pakai diharapkan tekan volume sampah Jakarta

Bella menjelaskan apa yang sebenarnya dilarang dan diwajibkan untuk digunakan dalam Pergub Nomor 142 Tahun 2019 tentang Kewajiban Penggunaan Kantong Belanja Ramah Lingkungan pada Pusat Perbelanjaan, Toko Swalayan, dan Pasar Rakyat.

Peraturan tersebut melarang menggunakan kantong plastik sekali pakai, yang diwajibkan adalah penggunaan kantong belanja ramah lingkungan (KBRL) dan memperbolehkan penggunaan kantong kemasan yaitu kantong kiloan (tanpa pegangan) untuk buah, sayuran dan daging.

Baca juga: Mengembalikan budaya pasar tradisional melalui pembatasan plastik

"Penggunaan kantong kemasan ini dibolehkan sampai ada pengganti yang sifatnya ramah lingkungan," kata Bella.

Menurut Bella, dibolehkannya penggunaan kantong kemasan berbahan plastik sampai batas waktu tertentu tersebut sebagai celah hukum yang dapat dimanfaatkan oleh pengusaha ritel.

Ia mengistilahkan pengusaha mengulur waktu untuk beralih dari kantong plastik kemasan ke kantong kemasan ramah lingkungan.

"Sebenarnya (celah hukum) itu bisa diakali," kata Bella.

Bella menyarankan upaya menunda pengalihan kantong plastik kemasan ke kantong ramah lingkungan dengan memanfaatkan insentif yang diperoleh pengusaha dalam peraturan tersebut.

Ia mengatakan bagian akhir dari peraturan tersebut, pengusaha ritel diberi insentif karena tidak pakai kantong belanja plastik. Sehingga pengusaha dapat menggunakan insentif tersebut untuk beralih dari kantong kemasan ke kantong ramah lingkungan.

Baca juga: Bali sosialisasikan pelarangan penggunaan plastik sekali pakai

"Jadi bisa didorong dengan insentif, kalau dikasih insentif, mereka (peritel) akan berlomba-lomba, karena cukup menguntungkan," ujar Bella.

Celah hukum ini merupakan satu dari empat catatan permasalahan yang ditemukan oleh Bella dari penelitian  terhadap Pergub 142/2019.

Catatan kedua yang ditemukannya terkait definisi KBRL belum jelas di masyarakat, apakah terbuat dari kertas, kain, atau bahan lainnya. Tanpa ada definisi yang jelas dapat memperlambat masa peralihan kantong plastik ke kantong belanja ramah lingkungan.

Selanjutnya, Bella memberikan catatan pada publikasi hasil penegakan hukum di Pemprov DKI Jakarta yang masih kurang.

Menurut dia, publikasi hasil penegakan hukum Pergub 142/2019 sangat penting sebagai informasi publik yang dapat mendorong partisipasi publik dalam mendorong keberlangsungan peraturan tersebut.

Catatan keempat, yakni terkait harga yang wajar untuk kantor ramah lingkungan perlu ditetapkan agar inklusif bisa dijangkau oleh semua lapisan masyarakat dengan strata ekonomi berbeda.

Pemerintah DKI Jakarta secara resmi memberlakukan pembatasan kantong plastik sekali pakai di pusat perbelanjaan dan pasar rakyat terhitung mulai 1 Juli 2020.
 

Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2020