Jakarta (ANTARA News) - DPP PDI Perjuangan segera mengumumkan sikap resmi terkait pemerintahan baru, termasuk sikap politiknya yang sampai saat ini belum ditegaskan antara menjadi oposisi atau bergabung dalam koalisi untuk mendukung pemerintah pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

"Dalam satu-dua hari mendatang, Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Ibu Megawati (Soekarnoputri) akan mengumumkan sikap politik partai," kata Ketua DPP PDI Perjuangan Maruarar Sirait dalam peluncuran buku "Most Wanted Leader" di Gedung DPR/MPR Jakarta, Senin.

Maruarar yang disapa Arar menjelaskan, sikap politik PDI Perjuangan tegas dan jelas. Namun dia tidak menjelaskan arah sikap PDI Perjuangan apakah akan menjadi oposisi atau bergabung dalam koalisi.

Dia hanya menyatakan, sikap politik PDI Perjuangan tidak akan "abu-abu" (mengambang). "Sikap politik Ibu Mega dan PDI Perjuangan tidak akan `abu-abu`," katanya.

Sementara itu sekitar 100 orang yang menamakan diri Komite Aksi Pemuda untuk Reformasi dan Demokrasi (KAPRD) melakukan unjuk rasa yang meminta PDI Perjuangan tetap menjadi oposisi dan tidak berkoalisi dengan pemerintah.

"Kami mendukung PDIP melakukan oposisi sehingga ada pengawasan terhadap pemerintah. Demokrasi tegak dengan adanya oposisi," kata Koordinator aksi KAPRD Zulfajri di Jakarta, Senin.

Mereka melakukan aksinya di Bundaran Hotel Indonesia dengan membawa berbagai macam spanduk dan juga berorasi.

Zulfajri mengatakan, masyarakat akan rugi jika tidak ada oposisi karena jika pemerintah berbuat salah maka tidak yang mengawasi. "Sehingga ada penyeimbang," katanya.

Pada kesempatan itu, Zulfajri juga meminta PDIP mewaspadai pihak-pihak di luar PDIP yang ingin mengajak partai tersebut berkoalisi dengan pemerintah.

"Kami menolak adanya upaya intervensi terhadap PDIP," katanya.

Upaya mengajak agar PDIP berkoalisi, katanya, bertentangan dengan sistem demokrasi yang akan dibangun karena akan menghilangkan langkah mengawasi dan mengkritik pemerintah.

Buku "Most Wanted Leader" ditulis Freddy Ndolu yang pernah bekerja di Radio Republik Indonesia (RRI). Buku yang diterbitkan Indonesia Satu ini mengambil materi dari wawancara yang disiarkan Qtv dan Swara Channel.

Freddy telah menulis buku tersebut dalam tiga edisi dan edisi yang diluncurkan kali ini merupakan edisi ke-3. Secara keseluruhan, tiga buku tersebut memuat pemikiran 64 tokoh nasional.

Freddy mengemukakan, sebagian dari 64 tokoh yang pemikirannya terdapat dalam buku-buku ini telah menduduki jabatan di berbagai lembaga negara, termasuk menjadi anggota DPR periode saat ini dan pimpinan DPR serta dipanggil ke Cikeas untuk menjalani uji kelayakan sebagai menteri.

Freddy mengemukakan, penerbitan buku berisi pemikiran tokoh nasional mengenai masa depan bangsa ini dimaksudkan untuk menggugah publik agar mendorong proses politik dan mengingatkan publik mengenai pentingnya menghadirkan seorang pemimpin.

Seorang pemimpin, kata Freddy, bukan semata-mata identik dengan pejabat. Sampai saat ini, Indonesia sangat sedikit memiliki pemimpin. "Yang banyak adalah pejabat, bukan pemimpin," katanya.

Sementara itu, Ketua Pedoman Indonesia Fadjroel Rahman mengakui, sampai saat ini Indonesia masih sangat membutuhkan pemimpin di berbagai lapisan masyarakat.

"Yang banyak di Indonesia adalah pejabat, bukan pemimpin," katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009