Semarang (ANTARA News) - Universitas Diponegoro (Undip) menggelar pertunjukan wayang multidimensi yang mengangkat lakon "Duta Wanara Seta" dengan dalang Ki Rohmad Hadiwijoyo, di Gedung Prof Soedarto Undip, Semarang, Minggu (18/10) dinihari.

Pergelaran wayang multidimensi merupakan gabungan antara seni wayang kulit dengan penampilan grup sendratari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Undip, dan video rekaman adegan yang ditayangkan melalui layar berukuran besar.

Ki Rohmad Hadiwijoyo membuka pergelaran dengan menampilkan versi wayang kulitnya, dilanjutkan dengan penampilan sendratari, dan setelah itu penonton disuguhkan tayangan video yang merupakan kelanjutan lakon "Duta Wanara Seta" tersebut.

"Meskipun cerita pewayangan itu disuguhkan melalui tiga unsur pertunjukan yang berbeda, namun tidak sampai memutus alur cerita, karena ketiganya saling berkaitan dan dimainkan secara silih berganti," kata Ki Rohmad.

Ia mengatakan, lakon "Duta Wanara Seta" diambil dari kisah Ramayana yang menceritakan tentang penculikan istri Prabu Rama yang bernama Dewi Shinta oleh Rahwana, sehingga Prabu Rama mengutus Hanoman (wanara seta) untuk mencari informasi.

"Pencarian infomasi keberadaan Dewi Shinta itu sangat penting, sebab awalnya tidak ada yang tahu siapa sebenarnya yang menculik istri Rama, kecuali Jatayu, burung raksasa yang sempat berperang merebut Dewi Shinta dari tangan Rahwana," katanya.

Namun, kata dia, Jatayu akhirnya meninggal dunia karena luka parah yang dideritanya akibat pertempuran tersebut. Sebelum mangkat, Jatayu sempat menyebutkan nama pelaku penculikan Dewi Shinta secara lengkap kepada Prabu Rama.

Menurut dia, dalam perjalanan kisahnya, Prabu Rama akhirnya bertemu dengan Hanoman yang kemudian diutus untuk mencari tahu siapa sebenarnya Rahwana dan istana tempat tinggalnya, termasuk tempat yang dipakai menyekap Dewi Shinta.

"Berkat kecerdasan dan kegigihannya, Hanoman dapat menemukan lokasi istana Rahwana yang bernama Kerajaan Alengka. Padahal, kerajaan itu sudah didesain oleh Raden Wibisono (adik Rahwana) yang ahli perang agar tidak mudah ditemukan siapa pun," katanya.

Ki Rohmad mengatakan, lakon tersebut dipilih untuk mengingatkan kepada mahasiswa, terutama lulusan Undip agar memiliki keteguhan hati dan kecerdasan seperti sosok Hanoman yang mampu mengemban tugas dengan baik.

"Di era globalisasi saat ini, seorang lulusan yang tidak memiliki kreativitas, kecerdasan, dan semangat juang yang tinggi, tidak akan berhasil mengubah dirinya sendiri, apalagi mengubah lingkungan sekitar," katanya.

Sementara itu, Rektor Undip Prof Susilo Wibowo mengatakan, pergelaran wayang multidimensi tersebut merupakan salah satu rangkaian dari puncak acara peringatan Dies Natalis ke-52 Undip.

"Untuk menarik minat masyarakat terhadap kesenian tradisional, termasuk wayang kulit perlu dilakukan improvisasi untuk menampilkan ekspresi atau ide-ide baru yang dapat menyentuh kalangan anak muda," kata rektor.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009