Jakarta, 10/10 (ANTARA) - Kendaraan bermotor berupa alat berat menjadi obyek pajak kendaraan bermotor (PKB) dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) berdasar UU Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang akan berlaku mulai 1 Januari 2010.

"Termasuk dalam obyek PKB dan BBNKB adalah alat berat," kata Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Ditjen Perimbangan Keuangan Depkeu, Budi Sitepu dalam sosialisasi UU tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah di Jakarta, Jumat malam.

Berdasarkan UU itu, tarif PKB alat-alat berat ditetapkan paling rendah sebesar 0,1 persen dan paling tinggi sebesar 0,2 persen dari nilai jual kendaraan bermotor.

Dasar pengenaan PKB adalah hasil perkalian dua unsur pokok yaitu nilai jual kendaraan bermotor dan bobot yang mencerminkan secara relatif tingkat kerusakan jalan dan/atau pencemaran lingkungan akibat penggunaan kendaraan bermotor.

Namun khusus untuk kendaraan bermotor yang digunakan di luar jalan umum termasuk alat berat dan besar serta kendaraan di air, dasar pengenaan PKB-nya adalah nilai jual kendaraan bermotor.

Sementara itu itu untuk tarif BBNKB alat berat, UU menetapkan tarif maksimal untuk penyerahan pertama sebesar 0,75 persen dari nilai jual kendaraan bermotor itu.

Sedangkan untuk penyerahan kedua dan seterusnya maksimal 0,075 persen.

UU Nomor 28 tahun 2009 juga menetapkan tarif PKB kepemilikan kendaraan pribadi pertama minimal sebesar 1,0 persen dan maksimal 2,0 persen. Untuk kepemilikan kedua dan seterusnya dapat ditetapkan secara progresif minimal 2,0 persen dan maksimal 10 persen.

Kendaraan bermotor milik pemerintah termasuk TNI/Polri juga menjadi obyek PKB yang tarifnya ditetapkan sama dengan PKB kendaraan bermotor angkutan umum sebesar minimal 0,5 persen dan maksimal 1,0 persen.

Budi Sitepu menyebutkan, UU Nomor 28 tahun 2009 memberi perluasan obyek pajak daerah dan retribusi daerah. Obyek pajak daerah untuk provinsi meliputi PKB, BBNKB, pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak air permukaan, dan pajak rokok.

Sementara pajak daerah kabupaten/kota meliputi pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak parkir, pajak mineral bukan logam dan batuan, pajak air tanah, pajak sarang burung walet, pajak bumi dan bangunan (PBB) Pedesaan dan Perkotaan, dan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB).

Sementara retribusi daerah dikelompokkan menjadi tiga yaitu retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu.

Retribusi jasa umum meliputi retribusi pelayanan kesehatan, sampah/kebersihan, KTP dan akte catatan sipil, pemakaman, parkir di tepi jalan umum, pelayanan pasar, pengujian kendaraan bermotor, pemeriksaan alat pemadam kebakaran, penggantian biaya cetak peta, pelayanan tera, penyedotan kakus, pengolahan limbah cair, pelayanan pendidikan, dan pengendalian menara telekomunikasi.



Pengalihan

Sementara itu Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian Ditjen Pajak, Hartoyo mengatakan, PBB sektor pedesaan dan perkotaan, dan BPHTB merupakan dua jenis pajak pusat yang dialihkan menjadi pajak kabupaten/kota.

"Sedangkan PBB sektor perkebunan, perhutanan, dan pertambangan masih tetap menjadi Pajak Pusat," kata Hartoyo.

Berdasar UU Nomor 28 tahun 2009, pengalihan BPHTB menjadi pajak daerah dilakukan mulai 1 Januari 2011 sementara PBB Pedesaan dan Perkotaan mulai 1 Januari 2014.

Menurut Hartoyo, pihaknya mengupayakan agar agar pengalihan tersebut dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya sehingga pelayanan pajak tidak mengalami kemunduran.

Sementara itu anggota Pansus RUU PDRD DPR, Nursanita Nasution mengingatkan agar pemungutan pajak daerah tidak diborongkan kepada pihak ketiga.

"Daerah harus punya SDM sendiri untuk melakukan tugas pemungutan pajak daerah. jangan sampai di-outsourcing-kan," katanya.

nursanita Nasution menyebutkan, pembahasan RUU PDRD cukup lama yaitu sekitar empat tahun. RUU itu disetujui pengesahannya menjadi UU pada 18 Agustus 2009.

"Salah satu topik pembahasan yang cukup lama hingga memakan waktu sekitar enam bulan adalah mengenai pajak rokok," kata Nursanita.(*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009