Kudus (ANTARA News) - Buruh pabrik rokok Jambu Bol Kudus mengancam akan menduduki pabrik tempat mereka bekerja, jika perusahaan mengingkari janjinya untuk membayar upah pada 10 September 2009, setelah sembilan bulan menunggu.

"Bila sampai tanggal 10 September 2009 belum dipenuhi, kami mengancam akan menduduki pabrik," kata perwakilan buruh harian PR Jambu Bol, Jamilin, di Kudus, Jumat.

Selain menuntut pembayaran upah, premi, jasa, dan cuti, katanya, pihaknya juga berharap perusahaan memberikan tunjangan hari raya (THR).

Ia memperkirakan, jumlah kewajiban yang harus dibayarkan kepada setiap buruh harian dan batil sekitar Rp2,35 juta. "Jumlah ini belum termasuk THR, berkisar Rp500.000-an," ujarnya.

"Jumlah buruh harian yang belum memperoleh haknya, sekitar 3.500-an orang. Belum lagi ditambah buruh bulanan yang belum mendapatkan gaji selama tujuh bulan," ujarnya.

Menurut dia, perusahaan tidak pernah menetapi janjinya, mengingat para buruh sudah menunggu sejak sembilan bulan lalu, tetapi tidak pernah ditepati. "Bahkan, program kerja yang dibuat perusahaan, seperti menawarkan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap sekitar 1.200-an buruh harian dan bulanan juga tidak pernah ditepati," ujarnya.

Rencananya, kata dia, pekerja yang bersedia mengajukan PHK akan mendapatkan uang pesangon berkisar antara Rp4 juta hingga Rp8 juta.

"Kenyataannya, hingga kini janji tersebut belum juga terealisasi, meskipun buruh yang mengajukan PHK mencapai 1.200-an orang," ujarnya.

Tidak adanya kejelasan nasib, katanya, memaksa para buruh harus mencari pekerjaan lain untuk menghidupi keluarganya. "Sebagian buruh ada yang bekerja serabutan dan ada yang merintis usaha dagang kecil-kecilan," ujarnya.

Bapak tiga anak itu mengaku, sejak perusahaan tidak mempekerjakan kembali terpaksa membuka usaha jualan buah-buahan dan makanan kecil lainnya di sekitar pabrik rokok di Kudus.

"Hasil penjualannya memang tidak menjamin bisa menghidupi keluarga, tetapi usaha ini lebih baik dibandingkan tidak bekerja sama sekali," ujarnya.

Sementara peran Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kudus, kata dia, tidak optimal dalam membela kepentingan pekerja. "Buktinya, setelah ada pertemuan yang dimediasi Pemkab antara pekerja dengaan perusahaan, hingga kini tidak ada tindak lanjutnya. Setelah itu, perwakilan pekerja memang diundang ke kantor Dinsosnakertrans," ujarnya.

"Bahkan, yang dibicarakan ternyata tidak sesuai dengan apa yang diharapkan pekerja. Hal ini semakin memperkuat nasib pekerja tidak ada kejelasannya," ujarnya.

Sementara itu, Pemerhati persoalan sosial dari Lembaga Pengabdian Hukum Yaphi Kudus, Edy Wahyu Widianto menyayangkan, sikap Dinsosnakertrans yang tidak mau memperjuangkan nasib buruh.

"Kami manganggap, peran Dinsosnakertrans hanya sebatas persoalan administratif belaka. Sedangkan untuk pengawasannya tidak benar-benar dilakukan," ungkapnya.

Kepala Dinsosnakertrans, Noor Yasin, saat ditanya hal tersebut beberapa waktu yang lalu menyatakan pihaknya sudah berusaha memediasi pertemuan antara pekerja dan buruh.

"Bila pekerja ingin mengajukan hal itu ke penyelesaian hubungan industrial, kami akan memfasilitasinya," ujarnya.
(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009