Jakarta (ANTARA News) - Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Hartadi Sarwono, mengatakan, "Special Drawing Right" (SDR) bukan pinjaman dari Dana Moneter Internasional (IMF).

Hal itu dikatakan di Jakarta, Kamis, menjawab pertanyaan anggota komisi XI DPR, Melchias Markus Mekeng, mengenai SDR yang dikhawatirkan akan membawa Indonesia terjerat dalam utang luar negeri.

"SDR ini bukan merupakan pinjaman IMF melainkan fasilitas yang diperuntukkan kepada anggotanya untuk mengatasi krisis global," ujarnya.

Ia menambahkan, IMF memberikan alokasi total sebanyak 250 miliar dolar AS kepada negara-negara anggotanya, khususnya yang mengalami kesulitan likuiditas dan Indonesia dihitung dari kuota di IMF mendapatkan 2,7 miliar dolar AS ekuivalen dalam bentuk SDR.

SDR itu, Hartadi mengatakan, memang tidak bisa digunakan untuk melakukan transaksi apapun kecuali dengan IMF dan sesama anggota IMF yang berjumlah 14 negara.

"SDR ini apabila kita terima juga dapat menjadi cadangan devisa Indonesia karena juga merupakan cadangan devisa internasional," ujarnya.

Menurut dia, Indonesia pernah menggunakan SDR dalam membayar bunga utang ketika masuk dalam program moneter internasional yang merupakan mekanisme berlaku diantara anggota IMF.

"Jadi dengan adanya SDR ini kita tidak perlu lagi menggunakan dolar yang kita punyai dalam bertransaksi dengan angota-anggota IMF," ujarnya.

Selain itu, dengan masuknya SDR kedalam cadangan devisa Indonesia maka akan menambah cadangan devisa yang dapat menimbulkan kepercayaan bagi masyarakat investor dan pelaku pasar.

"Setidaknya mereka akan lebih percaya bahwa Indonesia mempunyai kecukupan cadangan devisa, khususnya dalam menghadapi tekanan apabila kembali menghadapi krisis," ujarnya.

Sebelumnya, Melchias Markus Mekeng menanyakan mengenai SDR karena Presiden dalam pidatonya pada 3 Agustus mengatakan tidak akan menggunakan fasilitas dari IMF lagi.

"Jangan sampai kita menggunakan fasilitas dari IMF lagi dan nama kita menjadi buruk apabila kembali meminjam dari IMF, karena sudah jelas banyak ruginya," ujarnya.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009