Medan (ANTARA News) - Harga ekspor karet Indonesia sudah menembus 1,84 dolar AS per kg dan mendorong harga bahan olahan karet (bokar) di Sumatera Utara juga naik menjadi Rp13.500 hingga Rp14.000 per kg.

"Harga 1,84 dolar AS per kg itu merupakan harga penutupan 11 Agustus untuk kontrak September. Harga itu jauh naik dari posisi akhir Juli, dimana 27 Juli harga ditutup pada 171,40 dolar AS per metrik ton," kata Sekretaris Eksekutif Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumut, Edy Irwansyah, di Medan, Rabu.

Harga yang naik itu dipengaruhi oleh berbagai faktor termasuk masih ketatnya pasokan dari negara produsen khususnya Indonesia akibat musim trek masih berlangsung.

Harga ekspor yang naik terus itu sudah diikuti kenaikan harga di pasar lokal menjadi Rp13.500 - Rp14.000 per kg dari Rp13.000 per kg sebelumnya.

Eksportir karet Sumut, Tjoe Min Fat, menyebutkan, kenaikan harga itu sudah diprediksi melihat permintaan yang banyak ditengah pasokan yang masih ketat. Pada 24 Juli, harga SIR 20 masih 1,67 dolar AS per kg.

Meningkatnya permintaan, selain dampak krisis global sudah mulai pulih di beberapa negara seperti China, juga dipengaruhi menjelang akhir tahun dimana pabrikan mulai membeli untuk stok awal 2010.

Presdir PT Abad & Co itu mengatakan, membaiknya harga jual karet itu harus mendapat dukungan penuh dari pemerintah agar kondisi yang mulai memulih itu bisa dirasakan seluruh kalangan mulai petani, pengusaha dan pemerintah.

Pemerintah misalnya, diminta menjaga kestabilan nilai tukar rupiah atas dolar AS mengingat kestabilan nilai tukar itu akan memudahkan pelaku perdagangan komoditas mengambil keputusan.

Ketua Umum Gapkindo, Daud Husni Bastari, sebelumnya menegaskan, pemerintah Indonesia, Malaysia, dan Thailand masih sepakat untuk tetap melakukan pengurangan ekspor karet alamnya meski harga mulai bergerak naik.

Tiga negara masih sepakat untuk tetap menjalankan kebijakan dari hasil sidang ITRC (Internasional, Tripartite Rubber Council,red) ke 14 yang digelar di Bogor, 12-13 Desember 2008, katanya.

Dalam pertemuan di Bogor tahun lalu, ekspor karet dari tiga negara itu pada tahun ini dikurangi sebesar 915.000 ton, dimana sebanyak 700 ribu ton dilakukan melalui program agreed export tonnage scheme (AETS) dan 215 ribu ton terkait percepatan kebijakan penanaman kembali melalui supply management scheme (SMS).

Pengurangan ekspor itu sendiri dilakukan karena melihat permintaan yang menurun akibat adanya resesi ekonomi global yang berdampak juga pada tertekannya harga jual dimana harga sempat menyentuh 102 Dolar AS per ton pada akhir 2008.

Eksportir juga diminta tidak menjual karet itu kalau harga dibawah 1,35 dolar AS per kg.
(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009