Karimun, Kepri (ANTARA News) - Koordinator Forum Komunikasi Lintas LSM (FKLL) Rahmad Kurniawan menduga, krisis listrik berkepanjangan di Tanjung Balai Karimun (TBK) dipicu adanya manipulasi daya atau pemakaian melebihi kapasitas yang telah diberikan pihak PLN.

"Kami menduga defisit daya sebesar 5 megawatt (MW) seperti diklaim PLN dipicu karena adanya pelanggan yang memanipulasi daya melebihi ketentuan seperti tertera pada meteran," kata Rahmad Kurniawan, di TBK, Selasa.

Rahmad mengatakan, manipulasi dan pemakaian daya melebihi kapasitas itu akhirnya berujung pada krisis listrik berkepanjangan yang bertambah parah jika salah satu mesin pembangkit milik PLN rusak mendadak.

"Pihak PLN harus mengusut tuntas hal itu, di antaranya dengan melakukan `sweeping` atau menginspeksi meteran pelanggan, terutama sektor usaha, seperti tempat-tempat hiburan, toko, hotel atau instalasi pemerintah," kata Rahmad.

Menurut dia, sektor usaha paling banyak menggunakan energi listrik, jika penggunaannya sesuai dengan kapasitas meteran mungkin tidak masalah, tapi jika ada manipulasi jelas merugikan negara dan masyarakat.

"Mereka bisa seenaknya menggunakan listrik tanpa khawatir terjadi hubungan pendek akibat kelebihan daya," kata dia.

Dia menjelaskan, manipulasi daya tersebut diduga melibatkan oknum petugas PLN, biro instalatur atau mereka yang mengerti tentang kelistrikan dengan cara mengganti sekring meteran dengan kapasitas lebih tinggi, misalnya daya 10 ampere diganti 60 ampere.

"Kami juga mensinyalir adanya jaringan fasilitas umum yang digunakan atau dialihkan untuk sektor usaha, seperti penangkaran walet," kata dia.

Dia berharap, sweeping tersebut tidak hanya melibatkan petugas PLN, tapi juga aparat kepolisian, pemerintah daerah dan LSM, sehingga hasilnya lebih independen dan transparan.

Dia optimistis, inspeksi tersebut dapat mengurangi defisit daya yang sudah berlangsung bertahun-tahun.

"Jika inspeksi itu menemukan pelanggan yang menggunakan arus di luar ketentuan, harus langsung ditindak tegas sesuai peraturan," kata dia.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009