Bandarlampung (ANTARA News) - Gubernur Lampung Sjachroedin ZP mengingatkan agar sejumlah dinas terkait untuk segera mematenkan produk kerajinan sulam usus Lampung.

"Saya perintahkan kepada instansi terkait untuk mematenkan sulam usus sebagai salah satu kerajinan tangan Lampung, jangan sampai provinsi lain, ataupun negara lain, lebih dulu mengakui sebagai hak milik mereka karena mereka sudah mempatenkannya," kata Gubernur Lampung, Sjachroedin ZP, di Bandarlampung, Jumat.

Menurut Sjachroedin, pengakuan Hak Kekayaan Intelektual terhadap Sulam Usus sebagai produk asli Lampung, mutlak dilakukan, karena selama ini kerajinan tersebut murni dibuat oleh Usaha Kecil Menengah (UKM) berbasis ekonomi kerakyatan di provinsi itu.

"Jangan seperti batik, yang sekarang sudah diakui oleh Malaysia sebagai produk asli mereka," kata dia dalam Pembukaan Lampung Expo VIII 2009 di Graha Wangsa, Bandarlampung.

Dia meminta, dinas terkait segera mematenkan dan tidak menunggu waktu lama, karena ketika Sulam Usus dipamerkan atau dipasarkan dalam pasar global, kegiatan saling tiru dan saling klaim pasti terjadi.

"Maka dari itu, saya tuntut dinas terkait bertindak cepat," kata dia.

Selain menyampaikan tentang pentingnya menjaga kekayaan seni dan budaya bangsa, Sjachroedin juga menyampaikan tentang pentingnya pengembangan Kota Bandarlampung sebagai ibukota provinsi Lampung.

"Pembangunan kota baru Natar akan dimulai pada akhir tahun 2009, dan sudah disetujui kementrian BUMN," kata dia.

Kawasan kota baru Natar, adalah perluasan wilayah Kota Bandarlampung, dimana nantinya pusat pemerintahan provinsi akan dipindahkan ke wilayah tersebut.

"Bandarlampung sudah tumbuh menjadi kota besar, perlu perluasan wilayah agar tidak terlihat kumuh," kata dia.

Konsep kota baru Natar itu, kata Sjachroedin, sudah dipersiapkannya dari tahun 2005, atau tahun pertama pada periode pertama pemerintahannya, dan baru bisa diwujudkan pada tahun 2009.

Guna mewujudkan konsep tersebut, Sjachroedin mendapat persetujuan dari PTPN VII untuk membangun kota baru Natar di atas lahan milik mereka, melalui kementerian BUMN.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009