Temanggung (ANTARA News) - Muhammad Nasir (60) dan Tuminem (57), orang tua Nur Sahid (35), tersangka pelaku bom bunuh diri di Hotel JW Marriott, Jakarta, dijemput oleh aparat, Senin (20/7), untuk menjalani tes Deoxyribonucleic Acid (DNA).

"Tadi pagi sekitar pukul 05:30 WIB, katanya untuk tes DNA," kata salah seorang sepupu tersangka, Rosyid Ridho (32), yang ditemui ANTARA News di depan rumah asal Nur di Desa Katekan, Kecamatan Ngadirejo, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, di Temanggung, Senin.

Ia mengatakan, Nasir dan Tuminem yang juga ayah dan ibu Nur dijemput sejumlah aparat dengan didampingi Kepala Desa Katekan, Muhammad Tohir, dan Kepala Dusun Katekan, Kukuh Riyanto.

Ia mengaku tidak mengetahui tempat tes DNA yang akan dijalani mereka untuk memastikan identitas Nur Sahid.

"Belum tahu apa di polres, polda atau Jakarta," kata Rosyid yang juga teman masa kecil Nur.

Ia mengatakan, sejumlah petugas dengan menggunakan dua unit mobil menjemput Nasir dan isterinya itu di rumahnya, di RT01/RW03 Dusun Katekan, Desa Katekan, Kecamatan Ngadirejo, Temanggung, di lereng timur Gunung Sindoro.

Pada kesempatan itu ia mengungkapkan kecemasan pihak keluarga terhadap kabar tentang Nur yang diduga terlibat bom bunuh diri itu.

Teror bom terjadi pada Jumat (17/7) pagi dalam waktu relatif bersama, di Hotel JW Marriot dan Hotel Ritz Carlton, di kawasan bisnis Mega Kuningan, Jakarta, mengakibatkan sejumlah orang tewas serta puluhan lainnya luka-luka.

"Keluarga harap-harap cemas, kayaknya kalau dari bentuk fisiknya tidak seperti Nur yang kami ketahui, cara jalannya juga beda, kami juga belum mendapat pemberitahuan tentang wajah terakhir Nur," katanya.

Menurut dia, penulisan lengkap dan benar atas nama tersangka itu bukan "Nur Sahid" tetapi "Nur Said".

"Saya tahu persis karena dia teman main saat kecil, dari penulisan namanya juga tidak benar, sehingga kami tidak yakin," katanya.

Salah seorang tetangga Nasir, Ahmad Rofiin (57), juga menyatakan ragu terhadap tinggi badan Nur seperti yang dilihatnya dalam berita di televisi.

"Tingginya itu hampir sama dengan saya, 155 sentimeter, bentuk badannya juga seimbang dengan tingginya, kalau yang di berita itu 172 sentimeter," katanya.

Sejak beberapa tahun terakhir, katanya, Nur dan keluarganya tidak mudik.

Nur memiliki isteri dan dua anak. Sejak menikah tahun 1999, setelah menjalani pendidikan di sebuah pondok pesantren di Temanggung, Nur menikahi isterinya yang berasal dari Klaten, dan tinggal di rumah mertuanya itu.

Ahmad mengatakan, mendapat kabar bahwa Nur pernah tinggal di Semarang dan menjadi guru mengaji di salah satu Taman Pendidikan Quran (TPQ) di kota itu.

Seorang tetangga Nasir lainnya, Yuyun Subawadi (45), juga menyatakan tidak yakin Nur terlibat dalam teror bom di Ibu kota, Jakarta itu.

Tetapi, katanya, beberapa tahun terakhir terutama saat Lebaran, Nur tidak mudik untuk silaturahmi.

"Kalau mudik Lebaran pasti ke rumah saya dengan isteri dan anaknya untuk silaturahmi, tetapi beberapa tahun terakhir memang tidak pulang," katanya.

Ia menyatakan tidak yakin Nur terlibat teror bom karena perilakunya relatif baik, ramah, dan sabar.

"Tidak percaya kalau dia terlibat, orangnya baik, makanya kami ikut prihatin terhadap keluarga itu," katanya.

Kepala Kepolisian Resor Temanggung, AKBP Muhammad Zari, hingga sekitar pukul 12:00 WIB tidak bisa dihubungi untuk dikonfirmasi tentang tempat tes DNA bagi Nasir dan Tuminem yang dilakukan oleh petugas. (*)

Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009