Jakarta (ANTARA News) - Kebijakan pemerintah China memberlakukan uji laboratorium terkait kandungan bakteri untuk makanan dan minuman olahan impor, merugikan kalangan usaha kecil dan menengah (UKM) di Indonesia.

"Kebijakan yang diberlakukan sejak 1 Juni 2009, berdampak pada pengusaha kecil (UKM) di Indonesia yang banyak mengekspor makanan dan minuman olahannya ke China," kata Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Thomas Darmawan di Jakarta, Selasa.

Ia menyebutkan, jumlah UKM yang bergerak di bidang makanan dan minuman olahan di seluruh Indonesia sekitar satu juta lebih industri. Sementara untuk menengah dan besar sekitar 6.000 hingga 6.500 industri.

Menurutnya, dari jumlah itu sedikitnya ada 10.000 industri yang berbasis ekspor. "Jika produk makanan dan minuman kita ditolak, maka produk tersebut harus kembali ke Indonesia, sementara kita telah membayar bea masuk dan biaya lainnya sehingga merugikan pengusaha," katanya.

Aturan baru yang diberlakukan pemerintah China mengenai uji laboratorium kandungan bakteri itu, menurutnya bertentangan dengan aturan internasional.

Kebijakan baru itu, katanya harus disosialisasikan oleh pemerintah Indonesia maupun China sehingga tidak merugikan pengusaha kecil.

Asosiasi, katanya telah berusaha meminta agar uji lab itu dilakukan oleh negara asal atau pihak ketiga. Namun Pemerintah China tetap memberlakukan kebijakannya tersebut.

Gapmmi juga meminta bantuan Departemen Perdagangan untuk memfasilitasi agar produk makanan dan minuman olahan itu tetap dapat masuk ke China, karena jika tidak perusahaan makan seperti biskuit, wafer dan lain-lain bakal merugi.

Pemerintah kata dia jangan hanya berbicara perdagangan bebas Asean-China, dan dilanjutkan dengan penandatanganan kerjasama bilateral.

Namun menurutnya ada yang mesti diperhatikan yakni masalah produk UKM yang harus dibantu pemasarannya oleh pemerintah. "Jangan sampai perjanjian itu hanya seremonial saja, tapi ternyata setiap kali ekspor mengalami kesulitan," ujarnya. (*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009