Medan (ANTARA News)- Komunitas blogger Sumatera Utara mengkampanyekan pembebasan Prita, yang dipasang di setiap banner blog masing-masing sebagai simpati kepada ibu rumah tangga yang terseret kasus hukum akibat menulis keluhan lewat e-mail (surat elektronik).

"Kampanye ini sebagai bentuk dukungan sekaligus pesan moral untuk aparat penegak hukum," kata Ketua Komunitas Blogger Sumut, Ahmad Said kepada ANTARA  News di Medan, Jumat.

Kampanye para blogger (pemilik blog pribadi di internet)  ini dilaksanakan secara nasional.

Aksi ini sebagai bentuk keprihatinan atas nasib Prita Mulyasari (32) yang ditahan selama tiga minggu karena tulisan berisi keluhan atas layanan rumah sakit Omni Internasional lewat email.

Selain memasang pesan di atas banner blog, jelas Said, ada juga yang melakukan aksi protes dengan menutup blognya, seperti dilakukan Ketua Blogger Aceh.

Ditegaskan dia, kasus Prita telah membuat para blogger merasa trauma karena takut menjadi sasaran penangkapan aparat penegak hukum.

Berkaca dari kasus Prita, bisa saja tulisan kritis yang dipublikasikan di blog dijerat dengan UU ITE.

Bagi para blogger, UU ITE menjadi momok menakutkan karena rata-rata awam soal ini. Makanya sekarang ini mereka memilih jalan aman dengan tidak beraktivitas sementara sekaligus sebagai sikap protes.

Kasus Prita, menurut Said, terasa aneh karena di satu sisi pemerintah mendorong pemanfaatan kemajuan teknologi informasi, tapi yang terjadi sebaliknya membuat orang menjauhi internet.

"Pada saat masyarakat di banyak negara kini beramai-ramai memanfaatkan kemajuan teknologi informasi, masyarakat kita justru takut menggunakan internet," katanya.

Dia setuju adanya undang-undang ITE, namun harusnya tidak digunakan untuk membungkam sikap kritis masyarakat.

Untuk itu diharapkan aparat penegak hukum lebih adil dalam menilai sebuah pesan yang dipublish di ranah maya.

Dalam diri para blogger, kini telah tumbuh sebuah kesadaran baru berupa keinginan untuk membuat semacam kode etik.

Mereka juga menyadari sebuah kebebasan bukan berarti tanpa batas karena di situ ada kebebasan orang lain. (*)

Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009