Jakarta,(ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelusuri dugaan penerimaan gratifikasi oleh aparat penegak hukum dalam kasus dugaan pencemaran nama baik yang menimpa ibu rumah tangga Prita Mulyasari.

"Kita akan lihat kasusnya," kata Wakil Ketua KPK M. Jasin di Jakarta, Rabu.

Jasin menjelaskan, gratifikasi adalah pemberian kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang bertentangan tugas dan fungsinya. "Jika itu terjadi, maka dianggap suap," kata Jasin menambahkan.

Menurut dia, KPK akan mempelajari apakah ada indikasi suap atau penerimaan gratifikasi dalam kasus tersebut. Kemudian, KPK akan meneliti apakah ada aturan yang menaungi praktik tersebut.

Jika ada aturan hukum yang menaungi, kata Jasin, KPK harus harus berhati-hati untuk menentukan apakah suatu pemberian bisa dikatakan gratifikasi atau tidak.

"Kalau tidak ada aturannya, berarti penerimaan itu adalah penerimaan yang harus dilaporkan, termasuk dalam kategori gratifikasi," katanya.

Kasus pencemaran nama baik tersebut berawal ketika Prita menuliskan keluhannya dalam email atau surat elektronik tentang pelayanan RS Omni Internasional untuk kalangan terbatas. Namun, isi dari surat elektronik tersebut tersebar hingga ke sejumlah milis sehingga RS Omni mengambil langkah hukum.

Dalam gugatan perdata, Pengadilan Negeri Tangerang menyatakan Prita bersalah. Sedangkan dalam gugatan pidana yang mulai digelar di PN Tangerang sejak Kamis (4/6) lalu, Prita terancam hukuman enam tahun penjara dan denda sebanyak Rp1 miliar berdasarkan Pasal 27 UU nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).(*)

Pewarta: Ricka Oktaviandini
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2009