Jakarta (ANTARA News) - Kejaksaan Agung (Kejagung) akan meneliti adanya dugaan pemberian layanan kesehatan gratis dari Rumah Sakit (RS) Omni Internasional Alam Sutra kepada jajaran pegawai di lingkungan Kejaksaan Negeri (Kejari) Tangerang, Banten.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Jasman Pandjaitan, di Jakarta, Selasa, menyatakan dugaan adanya pemberian layanan kesehatan gratis itu, menjadi salah satu butir  yang akan ditanyakan pengawas kepada pihak terkait yang menangani perkara Prita Mulyasari.

"Sudah disebutkan dalam Pasal 4 tentang Kode Etik Jaksa dalam Peraturan Jaksa Agung (Perja), bahwa jaksa dilarang menggunakan kekuasaan atau jabatan untuk kepentingan pribadi," katanya.

Tim Pengawasan dari Kejagung yang dipimpin Inspektur Kepegawaian dan Tugas Umum, Adjat Sudrajat beserta lima orang anggota tim, telah turun ke lapangan di Kejaksaan Negeri (Kejari) Tangerang dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten terkait kasus Prita Mulyasari.

Pada pemeriksaan Senin (8/6), telah dilakukan terhadap jaksa penuntut umum (JPU) yang menangani perkara tersebut, Rahmawati Utami dan Riyadi, serta Kepala Seksi Pidana Umum (Kasipidum) Kejari Tangerang, Irfan Jaya Aziz.

Pada Selasa (9/6), pemeriksaan dilakukan terhadap Kepala Seksi (Kasi) Pra Penuntutan Kejati Banten, Rahardjo Budi Krisnanto, dan Asisten Tindak Pidana Umum (Aspidum) Kejati Banten, Indra Gunawan.

Kapuspenkum menyatakan poin lainnya yang akan ditanyakan adalah soal penambahan pasal dan penahanan terhadap Prita Mulyasari.

"Penambahan pasal dalam penanganan suatu perkara, jaksa peneliti (P16) seusai ketentuan KUHAP, boleh-boleh saja dalam rangka melaksanakan fungsi pra penuntutan dengan syarat bahwa penambahan pasal tersebut, sesuai fakta berkas perkara yang tertuang dalam berita acara dan resume," katanya.

"Tidak cukup hanya mencantumkan pasal tambahan tersebut, disampul berkas perkara," katanya.

Sebelumnya kuasa hukum Prita Mulyasari, Slamet Yuwono, menyatakan, adanya pengumuman pemberian medical check up gratis kepada jajaran pegawai di lingkungan Kejari Tangerang dari RS Omni Internasional, pernah ditempel di Kejari Tangerang.

Penahanan Prita

Kapuspenkum menyatakan terkait dengan penahanan tersangka Prita Mulyasari sejak 13 Mei 2009 sampai dengan perkara tersebut dilimpahkan ke Pengadilan Negeri (PN) Tangerang pada 25 Mei 2009, apakah telah sesuai ketentuan.

"Soal itu, ada dua pendapat," kata Kapuspenkum.

Dia menjelaskan pendapat yang pertama, penggunaan Pasal 43 ayat (6) Undang-Undang (UU) Nomor 11 tahun 2008 tentang ITE, hanya mensyaratkan kepaya penyidik, apabila akan melakukan penahanan harus seizin ketua pengadilan negeri.

Izin tersebut, menurut dia, dimohonkan penyidik melalui penuntut umum, sedangkan kepada penuntut umum tidak disyaratkan harus mendapat izin dari pengadilan.

Kemudian, ia menyebutkan pendapat yang kedua menyebutkan bahwa meski ketentuan Pasal 43 ayat (6) UU ITE hanya menyebutkan penyidik, namun ketentuan tersebut juga berlaku bagi penuntut umum.

"Karena dalam Pasal 43 UU ITE itu, terkandung makna penahanan tersangka/terdakwa harus mendapat izin dari ketua pengadilan negeri," katanya.

Hal itu, menurut dia, karena delik yang diatur dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE yang dikenakan kepada Prita Mulyasari merupakan ketentuan khusus terhadap Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP yang merupakan ketentuan umum.

Ia mengatakan dapat disimpulkan bahwa prinsip yang terkandung dalam UU ITE terhadap tersangka/terdakwa tidak dapat dilakukan, kecuali sepengetahuan penuntut umum dan izin pengadilan negeri.

"Untuk menguji kedua pendapat tersebut, alangkah baiknya menunggu putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atau menunggu peraturan pelaksanaan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 54 ayat (2) UU ITE," katanya. (*)





(T.R021/B/A033/A033) 09-06-2009 17:03:20

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009