Jakarta (ANTARA News) - Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) telah menerima dan akan segera memproses laporan ketidakpuasan Prita Mulyasari (32) terhadap pelayanan kesehatan yang dilakukan dokter di Rumah Sakit Omni International Alam Sutra Tangerang.

"Kami akan mengumpulkan data dari pihak terkait, ada petugas yang akan dikirim untuk memperoleh data dari rumah sakit maupun pasien," kata Ketua MKDKI Merdias Almatsir, di Jakarta, Selasa.

Dia menjelaskan, majelis MKDKI akan memeriksa dan menyidangkan dugaan pelanggaran disiplin kedokteran yang dilaporkan serta membuat penilaian terhadap kasus tersebut.

Jika menurut ketentuan kasus itu termasuk pelanggaran disiplin kedokteran, kata dia, majelis akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap dokter yang diduga melakukan pelanggaran, melakukan penilaian, dan kemudian mengenakan sanksi kepada pelaku sesuai dengan tingkat kesalahan.

Menurut Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang praktik kedokteran, sanksi bagi dokter atau dokter gigi yang terbukti melakukan pelanggaran disiplin bisa berupa pemberian peringatan tertulis, rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik, dan kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi.

Penyelesaian penanganan pengaduan dugaan pelanggaran disiplin kedokteran, kata Merdias, sangat bergantung pada kompleksitas masalah yang diajukan.

"Bisa cepat, bisa lama. Tergantung kompleksitas masalahnya," kata dia.

Sebelumnya, Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari menyatakan, pihaknya melimpahkan penyelesaian kasus ketidakpuasan Prita terhadap pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Omni International ke MKDKI.

MKDKI merupakan lembaga otonom di bawah Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) yang berwenang menerima pengaduan, memeriksa, dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh dokter atau dokter gigi serta mengenakan sanksi kepada pihak yang terbukti melakukan pelanggaran.

Prita Mulyasari merupakan mantan pasien Rumah Sakit Omni International yang mengeluhkan pelayanan rumah sakit tersebut melalui pesan terbatas di email kepada teman-temannya, namun kemudian email itu tersebar.

Pihak rumah sakit tidak menerima sikap Prita dan kemudian mengajukan gugatan pencemaran nama baik ke polisi.

Kepolisian mengenakan Pasal 310 dan Pasal 311 dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang mencemarkan nama baik kepada Prita namun saat kasusnya dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten, dakwaannya ditambahkan dengan Pasal 27 Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman hukuman enam tahun penjara.

Dengan dasar itulah, Prita yang memiliki dua anak berusia di bawah lima tahun kemudian ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan Tangerang.

Namun sejumlah pihak termasuk Wakil Presiden Jusuf Kalla kemudian mengeluarkan komentar tentang kasus itu dan akhirnya status penahanan Prita Mulyasari diubah menjadi tahanan kota.

DPR RI pun angkat bicara dan mengusulkan pencabutan ijin operasional rumah sakit tersebut kepada Departemen Kesehatan dan Dinas Kesehatan setempat. (*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009