Jakarta (ANTARA News) - Rumah Sakit Omni International Alam Sutera, Tangerang, menyerahkan penilaian kasus Prita Mulyasari kepada Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) dalam kasus Prita Mulyasari yang telah menyedot perhatian publik.

"Bukan kami yang menyatakan benar atau bersalah. Kami menyerahkan kepada mereka (MKDKI) untuk memberikan penilaian," kata Direktur RS Omni International Alam Sutera, Bina Ratna Kusumafitri, saat dengar pendapat dengan komisi IX DPR RI, Senin sore.

Pada dengar pendapat yang dipimpin Wakil Ketua Komisi IX, Umar Wahid tersebut, Omni International dicecar pertanyaan oleh anggota DPR sehingga terjadi hujan  interupsi.

DPR mempertanyakan alasan Omni International memperkarakan Prita sehingga ibu  dua balita itu dimasukkan dalam tahanan perempuan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita, Tangerang.

"Ini cara yang tidak elegan. Kenapa tiba-tiba Anda melaporkan Prita dan menyeretnya ke lembaga?" kata Max Sopacua, salah satu anggota komisi IX.

Anggota Komisi IX lainnya, Trisna, menilai, mengkritik Omni International tidak menempatkan kemanusiaan sebagai prioritas sehingga pasiennya pun dituntut secara hukum. Padahal, pasien berhak mendapat informasi dari dokter tentang hasil pemeriksaan yang juga dijamin undang-undang perlindungan konsumen.

Menurut Trisna, masalah pelayanan rumah sakit terkait dengan nyawa orang banyak, sehingga Omni International diharapkan lebih memperbaiki lagi pelayanannya.

"Asal masalahnya dari hasil laboratorium yang tidak diberikan ke pasien, dan dokter tidak memberikan pelayanan yang sungguh-sungguh," katanya.

Hasil pemeriksaan terhadap darah Prita mengalami dua kali perubahan. Hasil pertama menyebutkan terombosit perempuan yang masih memiliki dua balita itu 27 ribu, namun pemeriksaan kedua naik menjadi 181 ribu.

Sementara itu, pihak Omni International melalui kuasa hukumnya, Heribertus mengatakan, Prita dilaporkan ke polisi setelah mengancam dr Hengky dan dr Grace Hilza Yarlen melalui telepon.

"Ada telepon yang mengancam dua dokter itu," katanya seraya mengungkapkan bahwa laporan ke polisi disampaikan pada  5 September 2008, namun baru dilimpahkan Mei 2009.

Mendengar penjelasan tersebut sejumlah anggota komisi IX meminta bukti Prita telah mengancam dua dokter itu yang dijawab samar oleh Omni International. (*)

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009