Jakarta (ANTARA News) - Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Hendrayana SH mengatakan, Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) perlu direvisi karena melanggar demokrasi.

"Revisi tersebut terutama pada pasal 27 terkait tentang penghinaan serta pencemaran nama baik," kata Hendrayana di Jakarta, Senin.

Dia menila UU tersebut akan menjadi ancaman serius bagai perkembangan demokrasi di Indonesia karena orang menjadi takut menyampaikan keluhan, kritik, koreksi baik itu kepada pejabat institusi pemerintah maupun pelayanan publik.

"Ini merupakan suatu kemunduran bagi demokrasi di Indonesia ketika orang ingin menyampaikan pendapatnya," katanya.

Dia mengungkapkan, LBH Pers telah mengajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menguji pasal yang terkait dengan hal tersebut tetapi MK belum mengakomodasinya.

Saat ini LBH Pers perlu mengusulkan kepada pemerintah dan DPR untuk merevisi UU ITE.

"Perlu ada keterlibatan semua pihak dalam mengajukan revisi itu," katanya.

Kasus hukum terhadap Prita Mulyasari adalah satu alasan yang mendorong revisi UU ITE.  Prita, ibu rumah tangga yang menuliskan surat keluhan tentang pelayanan RS Omni International dalam bentuk surat elektronik, terancam dihukum enam tahun penjara karena aplikasi Pasal 27 UU ITE tentang penemaran nama baik. (*)

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009