Jakarta (ANTARA News) - Komisi Kejaksaan (Komjak) menyatakan penggunaan Pasal 27 Undang-Undang Informatika dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dalam perkara Prita Mulyasari, harus juga melibatkan keterangan dari ahli.

"Dalam penyerahan berkas ke kejaksaan harusnya ada BAP tentang saksi ahli karena di dalam UU ITE Pasal 43 ayat(5) huruf H, jelas dikatakan kalau menyangkut soal IT itu wajib ada pemeriksaan saksi ahli," kata Komisioner Komjak, Maria Ulfa Robot, di Jakarta, Kamis.

Seperti diketahui, Prita Mulyasari, yang digugat oleh Rumah Sakit (RS) Omni Internasional, Tangerang, Banten, dikenai Pasal 310 dan Pasal 311 tentang pencemaran nama baik oleh penyidik kepolisian.

Namun sesampainya di kejaksaan, pasal yang disangkakan terhadap Prita Mulyasari, ditambah dengan Pasal 27 jo Pasal 45 UU ITE dengan ancaman penjara selama enam tahun. Dengan dasar itulah, Prita Mulyasari ditahan.

Menurut Maria, seharusnya jika kejaksaan menyatakan penggunaan pasal UU ITE itu dari kepolisian, maka jaksa memeriksa terlebih dahulu pasal yang disangkakan tersebut.

"Dan dalam penyerahan berkas ke kejaksaan harusnya ada BAP dari kepolisian tentang saksi ahli," katanya.

Dikatakan, kalau tidak menggunakan saksi ahli terlebih dahulu, maka itu merupakan sesuatu kesalahan yang sangat fatal.

"Fatal sekali dari segi yuridis," katanya.

Komisioner Komjak tersebut tidak mau memberikan komentar lebih jauh, karena sampai sekarang belum menerima hasil eksaminasi perkara itu dari kejaksaan.

"Kita harus dapat dulu hasil itu, kalau kita sudah dapat hasil eksaminasi dan inspeksi kasusnya baru kita tahu," katanya.

Jaksa Agung Hendarman Supandji menyatakan, jaksa penuntut umum (JPU) yang menangani perkara Prita Mulyasari tidak profesional ketika menerima berkas dari penyidik kepolisian.

"Tadi pagi (Kamis, 4/6), saya sudah menerima laporan dari Jampidum (Jaksa Agung Muda Pidana Umum) mengenai eksaminasi, hasilnya menunjukkan adanya ketidakprofesionalan," katanya, di Jakarta, Kamis.

Sementara itu, Jaksa Agung menyatakan ketidakprofesionalan dari jaksa itu, terjadi ketika JPU menerima berkas dari penyidik kepolisian, yang ditindaklanjuti JPU bahwa berkas tersebut kurang pasal.

"Kurang pasal, yaitu, Pasal 27 dan Pasal 45 Undang-Undang (UU) Nomor 11/2008 tentang Informatika dan Transaksi Elektronik (ITE)," katanya.

Kemudian, kata dia, pihak kepolisian menindaklanjuti usulan pasal tersebut, namun hal itu tidak disimpan di dalam berita acara pendapat (BAP) kepolisian.

Ia menambahkan dengan dasar itu saja, dinyatakan berkas tersebut lengkap (P21) dan jaksa mengusulkan kepada jaksa tinggi, agar dilakukan penahanan.

"Karena terdakwa tidak kooperatif, kedua, ada kemungkinan terdakwa melarikan diri," katanya.

(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009