Tangerang (ANTARA News) - Sidang Prita Mulyasari (32) terdakwa kasus pencemaran nama baik terhadap RS Omni Internasional, Serpong, yang digelar di PN Tangerang, Banten, Kamis diwarnai aksi unjuk rasa puluhan pendukung kebebasan berdemokrasi.
Para pengunjuk rasa itu menuntut agar hakim PN Tangerang membatalkan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rahmawati Utami SH karena telah dianggap memasung kebebasan penduduk untuk menyampaikan pendapat.

"Kalau hakim mengabulkan dakwaan jaksa itu, maka akan hilang hak menyampaikan pendapat melalui surat elektronik atau jaringan internet lainnya," kata Suwandi (30), salah seorang pengunjuk rasa.

Dia menyebutkan, bahwa UU No.11 Tahun 2008 Tentang Informasi Transaksi Elekronika (ITE) yang menyeret Prita sebagai terdakwa dalam kasus tersebut harus direvisi sehingga ada jaminan dalam menyampaikan pendapat melalui jaringan internet.

Para pengunjuk rasa membawa spanduk dan selebaran berisi agar UU No. 11 Tahun 2008 harus direvisi karena memasung kebebasan berdemokrasi seperti yang dialami Prita.

Sedangkan Prita Mulyasari, merupakan pasien Rumah Sakit (RS) Omni Internasional, Tangerang, yang mengeluh atas pelayanan RS itu sehingga mengirimkan surat elektronik kepada temannya, namun pihak RS menganggap tindakan demikian sebagai pencemaran nama baik.

Atas perbuatan itu, maka Prita akhirnya ditahan penyidik di LP Wanita Tangerang sejak 13 Mai 2009, namun setelah berbagai pihak mendesak termasuk Wapres Jusuf Kalla dan Capres Megawati Soekarnoputri, maka akhirnya Prita dibebaskan secara bersyarat dengan status tahanan kota.

Dalam dakwaan jaksa bahwa Prita dianggap telah menyebarkan infomrasi kepada publik melalui elektronik bahwa dirinya merasa dibohongi setelah adanya oleh diagnosa dokter RS Omni selama dirawat di RS tersebut pada 13 Agustus 2008.

Pengunjuk rasa mengharapkan kepada hakim supaya wanita kelahiran Jakarta, 27 Maret 1977 itu dibebaskan dari segala tuntutan. (*)

Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009