Jakarta (ANTARA News) - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur, siap mengambil alih kasus penanganan lumpur Lapindo, Jawa Timur bilamana polisi sudah maksimal menanganinya.

Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum), Abdul Hakim Ritonga, di Jakarta, Jumat, mengatakan, kejaksaan bisa menerapkan mekanisme dengan menerbitkan P22 (pemeriksaan saksi tambahan), kalau polisi sudah menyatakan maksimal menangani kasus tersebut.

"Tapi apa betul polisi sudah maksimal menangani lumpur Lapindo," katanya.

Sebelumnya dilaporkan, Kejaksaan Agung (Kejagung) tidak akan mengajukan kasus lumpur di kawasan eksplorasi Lapindo Brantas Inc, Jawa Timur ke pengadilan karena adanya keterangan yang berbeda dari para ahli kasus lumpur tersebut.

Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur (Jatim) hingga kini masih menunggu status P-21 (berkas dinyatakan sempurna) dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim untuk kasus lumpur Lapindo yang terjadi pada 29 Mei 2006.

Jaksa Agung menyatakan dalam kasus lumpur Lapindo terdapat perbedaan keterangan ahli tentang kasualitas terjadinya semburan lumpur lapindo, yaitu, Rudi Rubiandini (ITB), Kirsam (pensiunan Pertamina), dan Andang Bahtiar (ITB), berpendapat semburan lumpur itu adalah akibat pengeboran yang dilakukan oleh Lapindo Brantas.

Kemudian, pendapat sembilan ahli lainnya, yakni, Moch Sofyan Hadi (ITS), Sampurno (ITB), Sukendar Asikin (ITB), Dody Nawangsidi (ITB), Agus Guntoro (Universitas Trisakti), Samsu Alam (Profesional Bagian Eksplorasi di Pertamina), Bambang Priyandito Istadi (ITB), Bambang Heru Yuwono (ITB), dan Agung Budi Darmoyo (ITB).

Kesembilan ahli itu, menyatakan semburan lumpur terjadi tidak di lubang sumur pengeboran Banjar Panji I, tetapi berada pada radius 200 meter di luar pengeboran.

"Hal ini terjadi akibat gempa tektonik di daerah Yogyakarta pada 27 Mei 2006, terbukti setelah dilakukan uji komunikasi antara lubang sumur dengan pusat semburan, tidak ada korelasinya," katanya.

Berdasarkan hasil penelitian "Isotop" yang dilakukan oleh Universitas Kyoto Jepang dan Badan Tenaga Atom Nasional, menunjukkan bahwa kandungan air dalam semburan lumpur Lapindo mengandung "isotop dentorium" yang berasal dari lapisan batuan di kedalaman kurang lebih 20 ribu kaki, sedangkan pengeboran oleh Lapindo Brantas baru sampai di kedalaman 9.297 kaki yang susunan batuannya masih berupa batu cadas dan belum menembus lapisan lumpur.

"Dari perbedaan keterangan ahli, diberikan petunjuk kepada penyidik agar diusahkan unifikasi keterangan ahli sehingga alat bukti keterangan ahli mendukung alat bukti sebagaimana diatur pada Pasal 184 KUHAP," katanya. (*)

Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009