Kupang (ANTARA News) - Barisan penari lelaki dan perempuan berpakaian adat Bajawa telah siap di muka ruang tunggu VIP Bandar Udara Perintis Turelelo, sejak beberapa jam lalu, pada Rabu siang (5/5). Dengan lelaki pengiring yang membawa tetabuhan, penari-penari perempuan juga membawa kain adat di tangannya.

Siang itu mereka siap menyambut kehadiran kembali pesawat terbang berlogo Merpati Nusantara Airlines (MNA) , di bandar udara perintis di ketinggian sekitar 500 meter dari permukaan laut, di kaki barisan pengunungan Ranaka, di Kecamatan Soa, Kabupaten Ngada, NTT itu.

Merpati memang cukup lama tidak mendarat di bandar udara perintis tanpa menara pengendali penerbangan berlandas pacu aspal sepanjang 1.400 meter dan lebar 45 meter itu setelah selama belasan tahun menjadi satu-satunya gantungan perhubungan udara di sana.

Kini Merpati kembali hadir, bukan dengan label penerbangan perintis memakai CASA NC-212 Aviocar tetapi berstatus penerbangan komersial dengan pesawat terbang yang lebih besar berkapasitas 50 tempat duduk, MA60, yang dikemudikan kapten pilot Yohannes Yohananto, kopilot Priyono Sabar plus kapten cadangan, Rommy Tamam, serta pramugari Dian dan Wildan.

Begitu pesawat terbang buatan China itu "touch down" cukup keras karena karakteristik bandar udara yang tidak 100 persen rata terhadap permukaan air laut, melainkan mendongak di ujung landasan berazimuth 100 derajat itu, tetabuhan dimainkan dan tarian menyita perhatian mata.

Tetabuhan itu seperti menyingkirkan sapuan mata dari kedua sisi landas pacu yang menjulang mirip tebing tanah setinggi sekitar tiga meter.

Dibandingkan Bandar Udara Perintis Haliwen yang rata dan luas di Atambua, Kabupaten Belu, NTT, kondisi Turelelo yang landas pacunya miring di punggungan pegunungan memang lebih "menantang" untuk didarati bagi para pilot yang terampil.

Di dalam pesawat terbang sekelas Fokker F-27 Fellowship setelah terbang selama 60 menit dari Bandar Udara El Tari, Kupang, terdapat beberapa pejabat penting PT Merpati Nusantara Airlines, yaitu GM Secretary Corporate MNA, Sukandi, GM Marketing MNA, Aries Munandar, Regional Manager MNA, Jupri Supriadi, Branch Manager MNA di Kupang, Agus Londong, 10 perwakilan biro perjalanan di Kupang, beberapa wartawan, dan beberapa pejabat Kabupaten Ngada.

Di darat, telah siap menyambut Bupati Ngada, Piet J Nuwa Wea, dan seluruh jajarannya, termasuk dari Dinas Perhubungan Kabupaten Ngada, serta pemegang otoritas penerbangan di bandar udara yang pagar sekelilingnya cuma dibuat dari kawat duri itu.

Hewan ternak juga ikut menonton kehadiran kembali Merpati dari luar pagar.


Bukan penerbangan biasa

Penerbangan pembukaan kembali rute Kupang-Bajawa-Kupang itu memang dipandang bukan penerbangan biasa bagi kedua pihak, yaitu PT MNA dan pemerintahan Ngada, serta masyarakat setempat. Begitu penting sehingga penyambutan secara adat diberikan kepada seluruh isi pesawat terbang itu.

Dalam sambutan singkatnya, Bupati Ngada, Piet J Nuwa Wea, menyatakan, "Kehadiran kembali Merpati ke Bajawa ini sangat kami harapkan untuk memenuhi keperluan transportasi udara masyarakat. Tidak cuma itu saja, tetapi turut meningkatkan kualitas SDM kita karena mereka akan bepergian ke mana-mana sehingga memperluas wawasan".

Tinggal masalahnya, kata Nuwa Wea, bagaimana masyarakat memanfaatkan kehadiran armada Merpati yang telah didedikasikan secara khusus di Ngada dan NTT secara umum ini.

"Harus kita manfaatkan semaksimal mungkin. Bukan cuma transportasi manusia, melainkan juga menambah pemasukan daerah dengan meningkatkan produksi barang kerajinan serta komoditas lain yang bisa dikirim memakai pesawat terbang," katanya.

Dalam sepekan MA60 akan mendarat di Turelelo dua kali, yaitu Rabu dan Sabtu siang. Dengan begitu telah ada dua maskapai penerbangan yang melayani Turelelo-El Tari, yaitu Merpati dan PT Transnusa. Perusahaan swasta ini juga memiliki rute penerbangan yang mirip dengan Merpati untuk wilayah NTT, yaitu ke Ruteng (Kabupaten Manggarai), Bajawa (Ngada), Maumere (Sikka), Waingapu (Sumba Timur), dan beberapa lagi.

"Untuk sementara ini memang kami berusaha keras memenuhi target perusahaan yang telah ditetapkan. Contohnya dengan membuka kembali rute Turelelo-El Tari. Berdasarkan hasil kajian dan presentasi di depan pemerintah Kabupaten Ngada beberapa bulan lalu, pantas dibuka kembali rute ini dengan status komersial murni, artinya tidak ada lagi subsidi pemerintah pusat," kata Munandar.

Menurut dia, banyak persyaratan pasar, administrasi, dan prospek yang harus dipatuhi sebelum pembukaan kembali jalur ini diberlakukan.

"Karena kebanyakan pengalaman pada masa lalu menyebutkan, rute perintis dialihkan menjadi rute komersial bisa kembali menjadi rute perintis. Bagaimana caranya membuat rute ini tetap konsisten dan selalu tersedia, itu perlu strategi tersendiri," katanya.



Atasi kerugian

MNA, katanya, sebagaimana umum diketahui pernah mengalami keadaan sangat "bleeding" dengan kerugian harian mencapai Rp20 miliar dan nilai aset buku cuma Rp1 triliun. Banyak faktor yang mengakibatkan hal ini terjadi, di antaranya jenis pesawat terbang yang dimiliki begitu beraneka, mulai dari kelas 12 tempat duduk berbaling-baling hingga Boeing 737 seri 200,300, dan 400.

Semua ini tentu memerlukan biaya perawatan, sewa, hingga asuransi yang banyak sekali, namun sifat operasi Merpati memang unik, menerbangi udara Nasional mulai dari kawasan gegap-gempita kemajuan ibukota hingga di landasan rumput berujung jurang di jejaring pegunungan Jayawijaya yang sangat tidak menentu cuacanya di Papua.

Akan tetapi pelan-pelan Merpati mulai memperbaiki diri, membenahi manajemen, dan meriset ulang pola operasi serta rute yang diterbangi.

"Agaknya pemerintah pusat mulai memetakan dan membangun sinergi penerbangan milik negara dalam tiga kategori, yaitu internasional dan barat untuk PT Garuda Indonesia, domestik, wilayah tengah, dan timur untuk PT MNA, dan sewa bagi PT Pelita. Bukan berarti kami tidak boleh bermain di Indonesia Barat dan Tengah ya, melainkan konsentrasi kami memang ke timur," kata Munandar.

Untuk bisa semakin mendekatkan diri dengan pasar, kantor pusat MNA di kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat, juga dipindahkan ke Makassar, Sulawesi Selatan. Ini salah satu strategi peningkatan kualitas pelayanan yang bisa menekan biaya operasi.

Era otonomi daerah memang menjadi angin keberuntungan tersendiri bagi Merpati. Beberapa pemerintah daerah mampu membeli atau menyewa beli pesawat terbang, di antaranya Pemerintah Daerah Merauke, Papua, yang dari APBD-nya bisa memiliki tiga Boeing B-737-300. Ketiga pesawat terbang inilah yang dioperasikan Merpati dengan pembagian keuntungan yang diatur skemanya dengan prinsip saling menguntungkan.

"Dengan Pemerintah Daerah Sumba Barat, kami juga menjalankan pola yang mirip, yaitu kerja sama operasi. Kami memiliki awak dan mekanisme industri penerbangan yang telah teruji selama puluhan tahun dan mereka memerlukan upaya nyata menembus isolasi. Pola-pola seperti inilah agaknya yang bisa dikembangkan pada masa mendatang karena misi kami dari negara adalah menjadi Jembatan Nusantara," katanya.

NTT sebagai koridor kemiskinan Indonesia yang memiliki potensi luar biasa dari berbagai segi jelas tidak ingin terus-menerus berada dalam label yang tidak menyenangkan itu.

Karena itulah, sejak masa pemerintahan Gubernur kedua NTT, El Tari, akses perhubungan udara ini harus dijalankan secara konsisten, yang pada masa kini masih dikenal, yaitu penerbangan perintis.

Sebagai misal, jarak antara Kupang-Atambua di Kabupaten Belu, yang berbatasan langsung dengan Timor Leste adalah sekitar 300 kilometer. Ini jarak yang sama antara Jakarta-Cirebon di Jawa Barat dengan masa tempuh kendaraan darat hanya sekitar 3,5 jam saja.

Akan tetapi jika itu dilakukan di Pulau Timor, jarak sejauh itu bisa memakan waktu antara tujuh hingga 10 jam memakai bis umum, dengan rute Kupang-Camplong-Soe-Nikiniki-Kefamenanu-Nenuk-Atambua. Ini kalau musim kering alias jalan tidak tergerus banjir dan hujan, karena tanah di Pulau Timor yang cenderung berpasir sehingga mudah sekali tererosi dengan pepohonan yang minim.

Masa perjalanan selama itu bisa berubah jika ditempuh memakai jalur udara. Hingga kini, jenis pesawat CASA NC-212 Aviocar Merpati berkapasitas 20 kursi menerbangi Kupang-Atambua dua kali sepekan, yaitu pada Selasa dan Rabu siang dengan masa tempuh 60 menit.

"Sebelum ke Kupang, CASA itu menerbangi rute-rute di Ambon. Kami dedikasikan dua CASA di jalur-jalur itu padahal keperluan transportasi udara semakin meningkat sekalipun masih penerbangan perintis yang disubsidi," kata Munandar.

Provinsi NTT yang sifat geografisnya berpulau-pulau diketahui sangat memerlukan angkutan udara yang handal. Terdapat alternatif lain, yaitu melalui laut namun di tengah ketidakpastian iklim seperti sekarang ini dimana tinggi gelombang laut bisa mencapai lima meter lebih, jelas pelayaran pada masa-masa itu sangat berbahaya untuk ditempuh.

Merpati hanya sebentar singgah di Turelelo dalam penerbangan pembukaan itu, karena jadual yang telah dibuat tetap harus ditepati.

"Tolong tepati jadwal, kasihan masyarakat yang telah begitu percaya pada Merpati," demikian kata Nuwa Wea sebelum melepas keberangkatan rombongan itu.

Akhirnya tetabuhan kembali berbunyi dan para penari mengiringi para rombongan kembali ke dalam kabin pesawat terbang. Mesin dihidupkan, pesawat terbang mulai "taxi" ke landasan, dan tiba-tiba rombongan telah berada lagi di udara.

Meninggalkan senyum dalam isolasi di wajah orang-orang yang ditinggalkan di landasan, karena Merpati pasti kembali lagi.(*)

Oleh oleh Ade P Marboen
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009