Brisbane (ANTARA News) - Indonesia menjadi tumpuan harapan Australia dalam menahan laju kedatangan perahu penyelundup pencari suaka yang sejak September 2008 semakin marak masuk ke perairannya.

Untuk itu, pemerintah Australia menawarkan bantuan "jutaan dolar" kepada Indonesia untuk memperkuat kemampuan survelensi dan pengamanan wilayah, lapor stasiun TV "Saluran Tujuh" dan "Saluran Sembilan" Australia, Minggu.

"Pemerintah Australia menawarkan bantuan jutaan dolar (Australia) kepada Indonesia," sebut Saluran Tujuh dalam buletin berita Minggu pagi.

Dalam empat hari terakhir ini, media cetak dan elektronika Australia terus menyoroti isu penyelundupan manusia menyusul insiden ledakan perahu berawak dua orang dan berpenumpang 47 orang pencari suaka asal Afghanistan 16 April pagi.

Ledakan yang sedang diinvestigasi otoritas Australia itu dilaporkan menewaskan tiga orang, dua orang hilang, dan sedikitnya 31 orang luka, sedangkan korban dengan luka bakar serius dirawat di rumah sakit di Darwin, Brisbane, Perth.

Menurut informasi yang dihimpun Konsulat RI Darwin, diantara korban luka bakar terdapat dua warga negara Indonesia, Beni asal Bone (Sulawesi Selatan) dan Tahir asal Muncar, Banyuwangi (Jawa Timur).

Perahu terbakar ini ditangkap kapal perang Australia, HMAS Albany, sekitar dua mil dari Pulau Karang Ashmore pada 14 April namun perahu terbakar ketika HMAS Albany memandunya menuju Pulau Christmas, Australia Barat, Kamis pagi (16/4).

Kapal kayu ini merupakan kapal pengangkut migran gelap keenam yang ditangkap di perairan Australia setelah 8 April lalu, satu kapal berpenumpang 45 warga asing tiba di Pulau Christmas.

Kedatangan perahu-perahu pencari suaka itu kembali memicu perdebatan sengit antara kubu pemerintah dan oposisi seputar kinerja pemerintah dalam mengamankan perairan Australia.

Kubu oposisi menuding kebijakan pemerintah yang lemah, sebaliknya Perdana Menteri Kevin Rudd melihat faktor keamanan global sebagai pendorong maraknya para pencari suaka ke Australia.

Sementara itu, Konsul Fungsi Pensosbud Konsulat RI di Perth Ricky Suhendar, mengatakan setidaknya 15 WNI ditahan dan diadili dalam kasus penyelundupan manusia di Australia Barat.

Mereka umumnya berasal dari Kawasan Timur Indonesia seperti Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Selatan.

Tiga diantaranya divonis Pengadilan Negeri Australia Barat, yaitu Abdul Hamid (enam tahun penjara), Amos Ndolo (lima tahun penjara) dan Man Pombili (enam tahun penjara dengan minimum tiga tahun tanpa pembebasan bersyarat).

Dalam menangani kejahatan penyelundupan manusia dan migran gelap, pemerintah Australia bekerjasama dengan para mitra di Asia Pasifik dalam forum "Bali Process" yang beranggotakan 42 negara.

Pada 17 April lalu, Kepolisian Resor Cilegon menangkap 68 warga Afganistan di Vila Tri Murti, Anyer, karena memasuki wilayah Indonesia secara ilegal dan digua bertujuan akhir Australia. (*)

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009