Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia dan Australia akan melakukan kampanye kepada nelayan di enam provinsi agar tidak menangkap ikan di perbatasan dua negara.

Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi (Pusdatin) Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), Soen`an Hadi Purnomo, di Jakarta, Minggu, mengatakan, himbauan tidak melakukan penangkapan ikan di wilayah perbatasan dilakukan melalui workshop secara berangkai di enam provinsi.

Workshop diperuntukan bagi pejabat terkait di provinsi, kabupaten, penyuluh perikanan, dan tokoh nelayan di Jawa Timur, Papua, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, dan Maluku.

Selain menjelaskan keberhasilan kerjasama pemberantasan pencurian ikan di perbatasan, menurut Soen`an, akan diupayakan agar nelayan tidak menangkap ikan di perbatasan dengan menawarkan program pemberdayaan sebagai mata pencarian alternatif.

Penyuluhan yang dilakukan DKP bersama "Australian Fisheries Management Authority" (AFMA) tersebut merupakan kesepakatan kedua pihak yang mengatasnamakan pengelolaan perikanan yang berkelanjutan di perbatasan Indonesia-Australia.

Sementara itu, Kepala Divisi Sumber Daya Laut Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Augy Syahailatua mengatakan bahwa perbatasan Indonesia-Australia selama ini merupakan wilayah penangkapan tradisional nelayan-nelayan Indonesia.

Secara turun-temurun para nelayan dari Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Timur, melakukan penangkapan ikan di beberapa pulau yang saat ini masuk ke wilayah Australia.

"Sulit kalau meminta mereka tidak pergi ke sana, karena dalam adat mereka belum bisa disebut nelayan kalau tidak sampai ke gugusan pulau tersebut," ujar Augy.

Kebiasaan menangkap ikan dan teripang di gugusan pulau Rashmora yang sekarang menjadi wilayah Australia tersebut telah dilakukan nenek moyang pelaut Rote bahkan sebelum penduduk pendatang Australia mendarat di benua tersebut.

"Penduduk asli Australia dulu berada di tepi pantai. Mereka terpaksa bergerak ke tengah setelah penduduk pendatang menduduki pantai," katanya.

Berdasarkan kesepakatan MoU Box tahun 1974 disepakati wilayah perbatasan yang tumpang tindih terutama di Pulau Pasir dan Pulau Baru, Indonesia memiliki jurisdiksi untuk pengelolaan ikan yang berenang (swimming fisher).

Sementara Australia mempunyai jurisdiksi terhadap biota yang menempel di dasar laut (sedentary fish species), seperti teripang.  (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009