Doha, Qatar (ANTARA News) - Akses masuk agar bantuan kemanusiaan dari pemerintah Indonesia, berupa obat-obatan seberat dua ton senilai Rp300 juta lebih untuk rakyat Palestina yang kini banyak mengalami luka kritis akibat bombardir membabi buta agresi Israel lebih berpeluang melalui Yordania ketimbang jika lewat Mesir. Wartawan ANTARA Andi Jauhari yang ikut serta dalam misi kemanusiaan itu dari Doha, Qatar, Jumat, melaporkan, pertimbangan mengawal bantuan kemanusiaan itu melalui jalur Yordania dipastikan setelah pihak Departemen Kesehatan (Depkes) yang diwakili Kepala Pusat Pengendalian Krisis (PPK), dr Rustam S Pakaya dan Direktur Urusan Timur Tengah (Timteng) Departemen Luar Negeri (Deplu), mendapatkan informasi terakhir mengenai situasi di perbatasan. Sebanyak 12 anggota tim aju awal delegasi Republik Indonesia dalam penugasan resmi untuk menyampaikan bantuan kemanusiaan dari pemerintah Indonesia kepada bangsa Palestina, Jumat dinihari sekira pukul 05.00 (09.00 WIB) tiba di Bandara Doha setelah terbang lebih kurang 12 jam dari Jakarta setelah dilepas Menkes Siti Fadilah Supari di Bandara Soekarno-Hatta pada Kamis (1/1) malam pukul 22.00 WIB. Rombongan transit di Bandara Doha, Qatar selama enam jam untuk kemudian berangkat menuju Amman, ibukota Yordania guna berkoordinasi dengan Kedutaan Besar RI di Yordania untuk mengatur rencana agar bantuan obat-obatan sebanyak dua ton yang sudah dibawa dengan pesawat kargo itu bisa sampai dan masuk ke Jalur Gaza. Anggota Tim Aju delegasi Indonesia dalam misi kemanusiaan itu diantaranya Kepala PPK Depkes dr Rustam S Pakaya, MPH, dr Lukcy Tjahjono, M Kes (PPK Depkes), Direktur Urusan Timur Tengah Departemen Luar Negeri, Aidil Chandra Salim, M.Comm, dr Joserizal Jurnalis, SpBO ( Mer-C), dr Mohammad Mursalim (Mer-C), Dr Arif Rahman (Muhammadiyah), dr Agus Kooshartoro dari Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI), serta dr Basuki Supartono (BSMI). Selain itu, juga ikut sejumlah jurnalis dari media cetak dan elektronik yang meliput peristiwa pengiriman bantuan kemanusiaan dari Indonesia itu yakni Mahendro Wisnu Wardono (Metro TV), Sahlan Basir (TVRI), Fitra Ratory (TVOne), Ismail Fahmi (TV One), Hanibal Widada Yudya Wijayanta (ANTV) dan Nirzam Fahmi (Trans TV). Menurut Rustam S Pakaya, akses masuk bantuan obat-obatan dari pemerintah Indonesia sebanyak dua ton untuk bangsa dan rakyat Palestina kini terus dirundingkan agar Israel tidak menghalang-halangi bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan itu, mengingat korban luka yang kritis kian bertambah. "Berdasarkan informasi terbaru dari Bachtiar Saleh dari konsulat kita di Amman, Yordania, yang selama ini sudah punya akses dan mendapat izin Israel adalah `Jordan Charity`, sehingga kita sedang berunding untuk mekanisme teknis dan perizinan agar bantuan dari Indonesia bisa masuk," katanya. Berdasarkan penelurusan di berbagai laman, dalam program bantuan kemanusiaan di kawasan Libanon dan Palestina, selama ini dikenal lembaga milik Kerajaan Yordania, "Jordan Hashemite Charity Organization" (JHCO). Diungkapkan oleh Rustam S Pakaya bahwa kini warga Palestina yang menjadi korban serangan agresi Israel yang terus memborbardir wilayah Gaza, telah mengungsi ke perbatasan di Amman, khususnya di Tepi Barat sungai Yordania. Menurut dia, seluruh bantuan kemanusiaan kepada Palestina yang melalui pintu masuk Yordania hanya bisa masuk dengan izin Israel. "Karena Indonesia tidak punya hubungan diplomatik, maka akses masuk untuk mengirim bantuan obat-obatan itu mesti diupayakan melalui lembaga yang sudah punya akses, dan itu adalah `Jordan Charity`," katanya. Sejauh ini, setelah mengkomunikasikannya dengan lembaga sosial dari Yordania itu, kata dia, ada harapan baik karena Israel telah menunjukkan "sinyal hijau" untuk dapat mengizinkan bantuan obat-obatan dari pemerintah Indonesia itu. "Insya Allah dengan komunikasi intens antara konsulat kita di Amman, lembaga sosial Yordania, sinyal `lampu hijau` bagi masuknya bantuan Indonesia bisa masuk ke Palestina," kata Rustam S Pakaya. Hanya saja, kata dia, karena bantuan obat-obatan dari Indonesia itu dikategorikan sebagai "bukan darurat", maka prosedur yang harus dilalui adalah bantuan itu harus berada di Bandara Amman dulu selama tiga hari untuk pemeriksaan, dan setelah dinilai tidak bermasalah barulah dapat masuk.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009