Oleh John Nikita S.

Ambon (ANTARA News) - "Orang Ambon 'kan jago nyanyi," demikian pujian yang sering dilontarkan kepada para pemuda yang berasal Maluku.

Pujian itu seiring dengan munculnya musisi dan penyanyi kenamaan dari Ambon, semacam Broery Pesolima (Marantika) yang kini almarhum, Harvey Malaiholo, Ruth Sahanaya, hingga yang sekarang populer; Tohpati, Glenn Fredly, dan Ello

Selain mereka, masih ada nama lain yang terkenal, misalnya Hanny Tuhuteru, Enteng Tanamal, dan Minggus Tahitu (ayah penyanyi Ello, dan suami penyanyi Diana Nasution).

Namun, penyanyi dan musisi asal Ambon atau Maluku selama ini tampil sebagai penyanyi tunggal, tidak pernah ada yang tergabung dalam sebuah band. Orang sering begitu saja menyamakan Ambon, menunjuk nama kota atau pulau, dengan Maluku yang nama provinsi.

Begitu juga pada tulisan ini, Ambon juga mewakili kawasan yang lebih luas, yaitu Maluku.

Kalaupun ada "Funk Section" yang dimotori putra Maluku, Christ Kayhatu dan Yance Manusama, kelompok jazz-fussion yang terkenal di era 1980-an, tidak semua personilnya putra Maluku.

Kelompok D`Lloyd pun begitu, hanya ada gitaris Barce van Houten.

Band yang sedang naik daun ST 12, juga diisi vokalis berdarah Ambon, Charlie van Houten.

Tidak adakah sekelompok anak muda Ambon yang membentuk band?

"Ana muda di Ambon ni seng ada atau katong bisa bilang kurang begitu berminat biking band," kata kata Johan Maitimu (24), warga Lorong Maranatha, Kecamatan Sirimau, Ambon.

Bahasa daerah yang meluncur dari kalimat anak muda yang mengaku menyukai dunia musik itu, kira-kira begini: "Generasi muda di Ambon tidak atau katakanlah kurang berminat membentuk band."

Menurut dia, ada juga sebenarnya satu atau dua band yang didirikan sejumlah pemuda Ambon, tetapi tidak ada yang memperhatikan.

"Kalo klub dancer itu bole, barang katong di sini memang so biasa badansa to?" katanya menjelaskan bahwa di kota itu banyak berdiri klub dansa di sana banyak, karena warga kota itu sejak dulu suka berdansa.

X-Po

Sedikit-dikitnya band di Ambon dan Maluku pada umumnya, seperti diungkapkan Johan boleh jadi benar. Namun, paling tidak selama tiga tahun terakhir ada puluhan band dari Maluku yang mengikuti kompetisi tahunan "A Mild Live Wanted".

Pada 2009 saja, tidak kurang 11 dari 18 band asal provinsi penghasil sagu dan gandaria itu lolos dan tampil di babak Final Regional Indonesia Bagian Timur, yang berlangsung di GOR Chendrawasih, Jayapura, Papua, minggu lalu.

"Mereka lolos dari seleksi demo lagu yang diikuti 100 band asal Maluku dan Papua," kata manajer pemasaran PT HM Sampoerna untuk kawasan Maluku dan Papua Abdullah Tuahena, selaku penyelenggara.

Sebelas band itu Par-C, General, Golden Crown, Belasting, The Sov, Hipnothiez, T-On, T-Nesse, Limasea, Xun-Qz, dan X-Po yang berhasil meraih juara I.

Beranggotakan Affian N Samal alias Ian (vokal), Farli Kaimudin (gitar), Wando Samal (bas) dan Aminoel Rumakur (dram), band yang bermarkas di Komplek Galunggung, Batu Merah, Ambon itu akan mewakili Regional Indonesia Bagian Timur di babak "Grand Final" yang akan berlangsun di Bandung, Jawa Barat, akhir Mei.

Awak X-Po mengaku tidak pernah menyangka bakal terpilih sebagai jawara Indonesia Wilayah Timur.

"Jujur saja kita tidak pernah menyangka bakal terpilih. Kita semula sudah pesimistis melihat penampilan finalis lain termasuk yang dari Papua. Mereka bagus-bagus," kata vokalis Ian.

Namun, Harry "Capung" Cahyo Purnomo selaku ketua dewan juri mengatakan, X-Po memiliki kelebihan dibandingkan finalis lain.

"Semua bagus, tetapi X-Po layak menang karena mereka yang paling mampu menjaga keseimbangan musiknya. Vokalnya tidak tertutup suara musik, harmonislah," katanya.

Selain Capung, dewan juri beranggotakan Noey Java Jive (musisi, produser), Anton Wahyudi (music director Motion Radio) dan Noor Syamsuddin (music director Female Radio).

Menurut Abdullah, X-Po musisi-musisi muda yang gigih, mengingat keikutsertaan mereka merupakan yang ketiga kalinya,

Disebutkannya, X-Po punya peluang untuk tampil sebagai wakil dari Indonesia Timur ketika "A Mild Live Wanted" pertama kali diadakan pada 2007, yang menempatkan band The Massive, kini dikenal dengan nama d`masiv, sebagai jawara.

"Waktu itu ada `kecelakaan`. Ian meminjamkan gitarnya kepada gitaris band 99 asal Papua, yang kemudian dinobatkan sebagai grand finalis dari regional Indonesia Timur. Kalau saja waktu itu Ian tidak meminjamkan gitarnya, kemungkinan merekalah juaranya," katanya dalam nada canda.

X-Po saat ini sudah mencapai setengah dari mimpinya menjadi band terkenal, "Kita doakan saja," kata Abdullah.

Perlu sokongan

Kemenangan di kawasan timur tidak membuat X-Po sombong.

"Kita sadar sepenuhnya tantangan ke depan semakin berat. Di sana kita akan berkompetisi dengan para jawara dari regional lain," kata Wando.

Pencabik bas X-Po yang lulusan sebuah perguruan tinggi di Jakarta itu mengaku sudah melihat begitu banyak band yang memiliki potensi besar di berbagai kota besar seperti Jakarta, Bandung dan Surabaya.

"Kita harus berlatih lebih keras untuk dapat bersaing dengan band-band semacam itu," katanya.

Bagi Wando, kalaupun nanti X-Po mampu meraih prestasi gemilang di babak "grand final", itu baru satu pencapaian.

Hal lebih penting yang menjadi tekadnya, dan juga anak band di Maluku pada umumnya, adalah membangun sebuah komunitas dan sarana bagi mereka untuk mengembangkan diri.

"Band-band terkenal di Jakarta sekarang ini banyak yang lahir dari daerah. Sebut saja Radja dari Kalimantan, Letto dari Jogja, Magneto yang Juara A Mild Live Wanted 2008 dari Makassar. Kita (dari Maluku), tidak ada sama sekali," katanya.

Hal itu, menurutnya, karena kurangnya perhatian dari pihak pemerintah maupun swasta untuk mengembangkan potensi musikal generasi muda di Maluku.

"Kalau mau jujur, selain minim sarana, pertunjukan musik juga jarang, bahkan di kota Ambon sekalipun," katanya.

"Kemarin kita juga latihan hanya karena ikut `A Mild Live Wanted` ini," tambahnya.

Sepanjang 2008, pertunjukan musik akbar di kota Ambon hanya dua, yakni Konser Slank bertema anti narkoba yang digagas BNN Maluku, dan Konser "A Mild Live Rising Stars 2008" yang menampilkan dua band papan atas, Nidji dan Titan.

Tan Jimmy Sutanto dari HM Sampoerna Cabang Ambon mengatakan, pertunjukan musik di Maluku selama ini didominasi organ tunggal atau organ tunggal plus (dibantu pemain gitar dan saksofon), "Jadi event musik band memang tertutup."

Ia juga mengatakan pihaknya pada tahun ini sedang mengupayakan kelompok ST 12 untuk bisa menggelar konser di Ambon.

"Kami sedang melihat jadwal mereka di Makassar. Kalau bisa, kami akan upayakan mereka datang ke sini. Setelah itu, mungkin kami akan menjajaki kemungkinan untuk mendatangan d`masiv," katanya.

Disebutkannya, hal itu merupakan bentuk sokongan untuk menumbuhkan band di provinsi seribu pulau itu.

X-Po band sudah membuktikan kemampuannya, meskipun baru di tingkat regional yang diikuti 24 band asal Maluku dan Papua.

Atas kemenangan itu, Ian, Farli, Wando, dan Aminoel mendapatkan jatah rekaman album kompilasi dengan para juara dari regional lain, di samping hadiah uang Rp10 juta.

Bila berhasil meraih gelar "Jawara A Mild Live Wanted 2009", mereka akan mendapatkan kontrak rekaman album dengan perusahaan rekeman Musica Studio, ditambah hadiah uang Rp100 juta.

Itu menguatkan mereka sebagai band asal Maluku pertama yang berkiprah di industri musik nasional, sehingga daerah itu tidak hanya dikenal sebagai penghasil penyanyi maupun musisi yang berjalan sendiri-sendiri. (*)

Oleh
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2009