Jakarta (ANTARA News) - Komisi VII DPR menyepakati alokasi subsidi bahan bakar nabati (BBN) dalam APBN Perubahan 2009 sebesar Rp831,427 miliar. Kesepakatan subsidi yang dicapai dalam raker Komisi VII DPR dengan Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro di Jakarta, Rabu malam tersebut mengalami kenaikan dibandingkan APBN 2009 yang dialokasikan Rp774,469 miliar. Dirjen Migas Departemen ESDM Evita Legowo mengatakan, alokasi subsidi itu diperlukan terutama sebagai upaya deversifikasi energi. Selain juga, lanjutnya, kapasitas produksi BBN yang jauh melebihi kebutuhannya dan adanya ketentuan kewajiban pemanfaatan (mandatory) BBN. Saat ini, kapasitas produksi biodiesel tercatat mencapai 2,9 juta kiloliter per tahun, namun kebutuhan 2009 sesuai "mandatory" lima persen diperkirakan hanya 625.000 kiloliter. Sedang, kapasitas produksi bioetanol 215.000 kiloliter dengan kebutuhan "mandarory" 206.000 kiloliter. Evita mengatakan, subsidi hanya diberikan jika harga BBN lebih tinggi dari patokan harga produk BBM di pasar Singapura (mean of platts Singapore/MOPS). "Kalau harga BBN lebih rendah dibandingkan MOPS, maka subsidi akan turun," katanya. Alokasi subsidi sebesar Rp831 miliar tersebut dihitung dari pemakaian BBN tahun 2009 sebanyak 831.000 kiloliter, yang terdiri dari biodiesel 625.000 kiloliter dan bioetanol 206.000 kiloliter, atau Rp1.000 per liter. Namun, Evita mengatakan, alokasi Rp1.000 per liter merupakan angka maksimal. Menurut dia, berdasarkan simulasi harga selama Nopember 2008 hingga Januari 2009, nilai subsidi BBN hanya Rp610 per liter. Anggota Komisi VII DPR Syamsul Bahri setuju dengan pengembangan BBN sebagai upaya diversifikasi. Sedang, anggota Dewan lainnya, Effendi Simbolon meminta pemerintah juga mengembangkan pemanfataan jarak pagar sebagai bahan baku BBN.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009