Jakarta (ANTARA News) - Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53 tahun 2008 tentang pedoman penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan, dan toko modern dinilai merugikan kepentingan pasar tradisional.

"Permendag tersebut merugikan kepentingan pasar tradisional dari berbagai segi," kata Ketua Badan Komunikasi Pemuda Koperasi (BKPK) Dekopin, Adji Gutomo, di Jakarta, Jumat.

Ia mengatakan, dalam aturan tersebut kepentingan pasar tradisional telah terlanggar di antaranya dalam hal jaminan pasokan barang pasar tradisional.

Di dalam Permendag itu tidak diatur jaminan pasokan barang dari pemasok ke pasar tradisional.

"Sesuai dengan pasal 7 ayat 1, Permendag hanya mengatur pasokan barang ke toko modern," katanya.

Selain itu, menurut dia, perlu adanya jaminan bagi pasar tradisional untuk mendapatkan harga beli barang dari pemasok yang sama atau lebih murah daripada toko modern.

Permendag hanya mengatur jaminan toko modern untuk tidak menjual barang-barang kebutuhan pokok dengan harga lebih murah dari pasar tradisional.

"Dalam Permendag juga tidak ada pengaturan mekanisme kerja sama dan imbal komersial antara pemasok dengan pasar tradisional," katanya.

Sebaliknya, pasar modern justru mendapat perlakuan khusus pengaturan imbal komersial dari pemasok.

Menurut Adji, pendirian pasar tradisional perlu dipermudah, tidak seperti saat ini di mana persyaratan pendirian pasar tradisional dipersamakan dengan pasar modern yang mewajibkan untuk memperhatikan kondisi sosial ekonomi masyarakat dan keberadaan UMKM serta pasar tradisional lain yang ada di sekitar lokasi tersebut.

Ia mengatakan, persoalan lain seperti izin usaha minimarket juga sebenarnya tidak perlu menggunakan dokumen analisis kondisi sosial ekonomi masyarakat. Adanya kemudahan tersebut akan berdampak semakin menjamurnya jumlah minimarket yang dikhawatirkan mematikan pasar tradisional.

"Permendag seharusnya berpihak kepada pasar tradisional dengan mencantumkan batasan aturan jarak pendirian pasar modern relatif terhadap keberadaan pasar tradisional," katanya.

Adji menekankan, justru hal itu sebaiknya diserahkan kepada Pemerintah Daerah masing-masing wilayah. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009