Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah Anggota DPR meragukan peran badan impor, Integrated Supply Chain (ISC), yang dibentuk PT Pertamina (Persero), dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Keraguan tersebut terungkap dalam rapat Panitia Hak Angket BBM DPR dengan agenda mendengar kesaksian mantan Dirut Pertamina Ari H Sumarno dan Senior Vice President ISC Pertamina Sudirman Said di Jakarta, Kamis. Anggota Pansus BBM DPR Nizar Dahlan mengatakan, sejauh ini, kinerja ISC terlihat tidak efisien, sebab koordinasi belum jalan dan malah terjadi tumpang tindih dengan unit Pertamina lainnya. "Direktorat Pemasaran dan Pengolahan masih menentukan impor BBM dan minyak mentah. Demikian pula dengan anak usaha Petral," katanya. Bukti ketidakefisienan ISC, lanjutnya, terlihat dari marjin kilang yang malah menjadi negatif dan ada kelebihan stok solar yang menyebabkan dana menganggur mencapai triliunan rupiah. "Akibat kelebihan stok solar, Pertamina sampai menyewa tempat penyimpanan dengan biaya 900.000 dolar AS per bulan. Ini merupakan bukti ketidakefisienan dan pemborosan," katanya. Anggota Pansus lainnya, Drajat Wibowo juga meragukan kemampuan ISC menjadikan proses pengadaan Pertamina menjadi lebih efisien. Menurut dia, ISC seperti pisau bermata dua, di satu sisi bisa menyebabkan efisiensi, namun bisa pula kontra produktif. "Jika tidak dikelola dengan baik maka ISC bisa kemasukan virus yang merusak seluruh organ Pertamina. Selain itu, mekanisme cek dan, balance, juga harus berjalan dengan baik," katanya. Bambang Wuryanto meragukan kemampuan Sudirman sebagai pimpinan ISC, sebab bisnis minyak merupakan bisnis yang kompleks. Sedang Tjatur Sapto Edy mengatakan, seharusnya ISC tidak langsung berada di bawah Dirut, namun berada di bawah Dewan Direksi. "Kalau langsung di bawah Dirut, berarti sejajar dengan posisi direksi," katanya. Di tempat terpisah, pengamat perminyakan Pri Agung Rakhmanto juga menilai, ISC belum efektif. "Faktanya, besaran alpha Pertamina tahun 2009 masih tetap tinggi sekitar 15 persen. Kalau telah efisiensi, maka mestinya alpha hanya 7-8 persen dengan Pertamina sudah dapat marjin yang wajar," katanya. Menurut dia, ISC sebaiknya dibubarkan dan dikembalikan ke direktorat yang selama ini telah menangani dengan tentunya memperkuat pengawasannya. "Saya khawatir, ISC ini hanya akan melahirkan sarang-sarang KKN baru," kata Direktur Eksekutif ReforMiner tersebut. Menangggapi hal itu, baik Ari maupun Sudirman membantah jika ISC berjalan tidak efektif. "Sejauh ini ISC terbukti membuat proses pengadaan bisa lebih efisien," ujar Ari. Ia mengatakan, ISC didirikan dengan mengacu pada perusahaan migas besar seperti British Petroleum (BP). Menurut Sudirman, ISC hanyalah pelayan bagi dua unit pengadaan yakni pengolahan dan pemasaran. "Kami berbelanja sesuai keinginan unit pengolahan dan pemasaran," ujarnya. Ia juga menambahkan, sebagai perusahaan besar, Pertamina perlu memisahkan unit pengadaan dengan perencanaan dan pemrosesan atau pelaksanaan. "Jangan semua mata rantai dilakukan oleh satu unit," katanya. Sudirman meminta waktu buat membuktikan ISC berjalan dengan efektif dan efisien. ISC dibentuk Oktober 2008 dan baru beroperasi penuh pada Januari 2009.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009