Curitiba, Brazil (ANTARA) - Amerika Latin dan Asia dilaporkan menjadi tempat paling tidak aman bagi para pembela hak asasi manusia dan pejuang iklim yang tercermin dari tingginya kasus kematian para pejuang HAM di wilayah ini.

Dalam laporan Climate Defenders Report yang dirilis 350.org bertepatan dengan pertemuan para pejuang iklim di Curitiba, Brazil, pada 5-9 Februari 2020 menyebut kasus kematian para aktivis lingkungan di dunia pada 2019 mencapai 304 kasus, demikian laporan wartawan ANTARA Helti Marini S dari Curitiba, Senin.

Manajer Komunikasi 350.org Amerika Latin, Peri Dias di Curitiba, mengatakan catatan kasus kematian pejuang iklim atau climate defenders yang dirilis itu merujuk pada laporan Frontline Defenders yang sudah dipublikasi di situs www.frontlinedefenders.org.

"Dari 304 kasus kematian pada 2019 ini tertinggi di Amerika Latin dengan kasus terbanyak di Kolombia sebanyak 106 kasus, diikuti Brazil 23 kasus," kata Peri di Curitiba Provinsi Parana, Brazil.

Karena itu, kata Peri, pertemuan para pejuang HAM dan lingkungan digelar di wilayah Amerika Latin tepatnya di Curitiba, Provinsi Parana.

Menurut dia, pertemuan climate defenders di Curitiba memberi pesan jelas kepada pemerintah agar segera bertindak untuk menghentikan kasus-kasus pembunuhan terhadap para aktivis lingkungan dan HAM.

Dalam rilis yang disampaikan saat pertemuan pejuang HAM dan iklim yang diikuti perwakilan 26 negara itu juga disebutkan bahwa wilayah Asia, khususnya Filipina juga mencatat banyak kasus kematian aktivis yang mencapai 43 kasus, sementara Indonesia terdapat tiga kasus.

Peri mengatakan dari laporan tersebut diketahui bahwa 85 persen korban pembunuhan telah terlebih dahulu mendapat ancaman.

"Artinya, ada upaya untuk menjaga keselamatan para aktivis dan ini yang menjadi perhatian kami dalam pertemuan empat hari ini," ujarnya.

Dias menambahkan bahwa dari 304 kasus tersebut, 40 persen menimpa para aktivis masyarakat adat yang mempertahankan wilayah mereka dari perambah hutan hingga korporasi.

Kondisi di lapangan, kata dia, pemerintah sudah memiliki aturan untuk melindungi para aktivis tersebut, namun aturan itu kerap tidak dijalankan.

Baca juga: Pelanggaran HAM bagi pejuang lingkungan terus meningkat

Baca juga: Walhi tagih aturan perlindungan untuk pejuang lingkungan hidup



Melawan krisis iklim

Manajer Program Climate Defenders, Aaron Packard, menggarisbawahi bahwa para pejuang lingkungan tersebut terbunuh dalam upaya melawan krisis iklim yang salah satunya dipicu industri energi fosil seperti batu bara, minyak dan gas.

“Para pejuang lingkungan dan iklim ini sudah menerima dampak polusi mematikan industri fosil seperti abu beracun dari pembakaran batu bara untuk pembangkit listrik dan mereka juga menghadapi ancaman dibunuh,” kata Aaron.

Ia mengatakan para pejuang HAM dan lingkungan yang tersebar di berbagai negara mengalami ancaman hingga kehilangan nyawa mereka sementara kehidupannya juga terampas akibat pencemaran lingkungan yang menghilangkan sumber penghidupan mereka.

Ironisnya, kata Aaron, investasi di sektor industri energi fosil masih terus bertumbuh dan diminati perbankan padahal para ahli kesehatan dan ilmuwan telah menyampaikan banyak bukti terkait parahnya krisis iklim akibat aktivitas industri fosil.

Dalam laporan itu ditegaskan bahwa industri energi fosil bertanggungjawab atas kematian dini 45,000 jiwa akibat masalah kesehatan, pembuangan 18 juta galon air beracun ke sungai dan laut serta menghilangkan 2,5 juta hektare lahan masyarakat adat.

Direktur 350.org Wilayah Asia, Norly Grace Mercado, mengatakan di Filipina, seorang pemimpin perlawanan, akibat terdampak polusi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara, Gloria Capitan tewas setelah ditembak orang tak dikenal di tempat usahanya, sebuah penyewaan karoke kecil pada 2016.

“Kelompok anti batu bara di Provinsi Bataan di mana Gloria tinggal juga hingga kini masih menghadapi ancaman dan intimidasi karena menolak proyek pengembangan PLTU batu bara di sana,” katanya.

Ia mengatakan pertemuan di Curitiba menyepakati bahwa para pejuang lingkungan perlu dukungan solidaritas baik lokal, regional maupun global karena para pejuang lingkungan adalah pembela kehidupan.*

Baca juga: Unjuk rasa terbesar pejuang lingkungan Thailand sejak tentara berkuasa

Baca juga: 10 pejuang lingkungan terima Kalpataru

Pewarta: Helti Marini S
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020