Beijing, (ANTARA News) - Sebagian media di tanah air pernah memuat foto pejabat maupun tokoh masyarakat yang tampak tertidur dalam acara resmi.

Mungkin mereka patut bersyukur karena foto-foto itu tidak sampai membahayakan karier seperti yang terjadi di China.

Reuters memberitakan, suatu pemerintah daerah di China selatan memecat enam pejabat yang tertangkap kamera sedang mengantuk dalam sebuah pertemuan. Sanksi itu dijatuhkan menyusul peredaran foto-foto itu di Internet, menurut media China pada hari Jumat.

Enam orang itu terdiri dari beberapa manajer perusahaan dan pimpinan Partai Komunis dari berbagai cabang pemerintahan yang menghadiri sebuah pertemuan di Kota Hengyang di provinsi Hunan untuk memperingati 30 tahun pembaharuan ekonomi, tulis Beijing News.

"Pemecatan itu dimaksudkan untuk memperkuat disiplin dan membersihkan dampak buruk kelakuan itu dalam pemerintahan kota," tulis  harian tersebut mengutip keputusan pemerintah setempat.


Laporan itu tidak menyebutkan pihak yang mengambil foto-foto  tersebut dan menayangkannya di internet. Namun, insiden itu telah memicu perdebatan panas di Internet.

Sebagian menyebut pemecatan itu tidak adil karena mengantuk adalah bukan kesalahan para pejabat melainkan karena pertemuan tersebut sangat membosankan.

"Dalam 99 persen pertemuan semacam itu, kata-kata (yang digunakan) tidak berisi dan stereotipikal," menurut seseorang di dunia maya yang menggunakan nama Damocangying 2007 di portal populer Tianya.cn.

"Jika para peserta tertidur ketika kau melakukan pidato maka pidatomulah yang salah," kata seseorang lagi yang menyebut dirinya Cmbbs.

Pertemuan pemerintah di China biasanya sangat lama dan penuh dengan pidato-pidato panjang, sekalipun para pejabat senior telah berusaha untuk mempersingkat dan membuatnya lebih efisien.

Enam pejabat itu bukanlah yang pertama kali tertangkap dan disingkirkan setelah terbukti melakukan perbuatan tidak pantas.

Seorang pejabat di kota Shenzhen dipecat pada bulan lalu setelah foto dan video klipnya saat mabuk tersebar di Internet. (*)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008