Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Fraksi Partai NasDem Willy Aditya menilai Rancangan Undang-Undang (RUU) masuk Omnibus Law, harus memperhatikan aspirasi dan masukan masyarakat.

Hal itu menurut dia agar tidak terjadi polemik seperti dalam proses pengesahan RUU KUHP di DPR periode lalu.

Baca juga: Pemerintah pastikan upah minimum pekerja tak turun

Baca juga: Pemerintah berikan JKP untuk lindungi pekerja kena PHK

Baca juga: Teten ditugasi Jokowi pastikan Omnibus Law tak "pukul" UMKM


"Pemerintah harus hati-hati dan mendengarkan aspirasi masyarakat, jangan sampai terjadi seperti periode sebelumnya," kata Willy di Jakarta, Sabtu.

Dia mengatakan penolakan RUU Omnibus Law terkait Cipta Lapangan Kerja dari serikat buruh, harus menjadi catatan khusus pemerintah yaitu harus melibatkan buruh ketika penyusunan RUU tersebut.

Willy mengatakan, Presiden Jokowi memiliki target dalam penyelesaian RUU Omnibus Law namun harus diikuti oleh para pembantunya dengan cara dan metodologi yang baik.

"Presiden Jokowi harus diikuti dengan cara dan metodologi yang baik. Prosesnya jangan kucing-kucingan, karena kalau itu dilakukan maka akan banyak penolakan," katanya.

Menurut dia, draf dan Naskah Akademik RUU omnibus law masih ada di Presiden Jokowi sehingga masih ada waktu untuk menerima masukan masyarakat, apa yang dirasa perlu untuk ditambahkan dan disolidkan.

Baca juga: Omnibus Law bukan untuk permudah Tenaga Kerja Asing ke Indonesia

Namun dia mengatakan semua keputusan akan kembali pada pemerintah, sejauh apa pemerintah menawarkan drafnya, apakah solid atau tidak.

"Kalau solid maka cepat pembahasannya dan sesuai target Presiden Jokowi. Tapi ini belum Rapat Paripurna, artinya belum masuk ke DPR dan kami belum tahu bagaimana draftnya," katanya.

Willy memperkirakan RUU tentang Ibu Kota Baru yang masuk dalam Omnibus Law, akan cepat pembahasannya karena sifatnya mendesak sementara yang lain belum bisa diperkirakan.

Sebelumnya, Rapat Kerja (Raker) Badan Legislasi (Baleg) bersama Menteri Hukum dan HAM, serta DPD RI pada Kamis (16/1) menyetujui 50 Rancangan Undang-Undang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas 2020.

"Pada prinsipnya 50 RUU sudah ditetapkan masuk Prolegnas prioritas 2020," kata Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas dalam Raker bersama Menkumham dan DPD RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (16/1).

Dia mengatakan dari 9 fraksi, sebanyak 6 fraksi menyatakan bulat mendukung dan tiga fraksi setuju dengan memberikan catatan yaitu Fraksi Partai Golkar, Fraksi PDIP, dan Fraksi Partai NasDem.

Dari 50 RUU tersebut, terdapat dua RUU yang masuk Omnibus Law dan menjadi prioritas untuk dibahas segera yaitu RUU tentang Cipta Lapangan Kerja dan RUU tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian.

Baca juga: Pemerintah RI bakal kejar pajak OTT lewat hukum omnibus

Menteri Hukum dan HAM Yassona H Laoly mengatakan pemerintah akan segera mengeluarkan dua Surat Presiden (Surpres) tentang Omnibus Law, setelah Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas 2020 disahkan DPR.

"Mudah-mudahan bisa segera disahkan, dan saya dengar pekan depan yaitu Selasa (20/1), DPR melaksanakan Paripurna. Kalau itu diserahkan maka pemerintah akan memasukkan dua Surpres tentang Omibus Law," kata Yassona usai Rapat Kerja Badan Legislasi (Baleg) DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis.

Dia mengatakan Omnibus Law tersebut yaitu Cipta Lapangan Kerja dan Perpajakan yang ditargetkan selesai dalam waktu 100 hari kerja.

Yassona berharap akhir pekan ini draft dan naskah akademik RUU Omnibus Law sudah sempurna sehingga paling tidak sudah menjadi draf RUU yang nanti mendapatkan persetujuan menjadi UU.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2020