Jakarta (ANTARA) - Ketua Pusat Studi Air Power Indonesia (PSAPI) Marsekal (Purn) Chappy Hakim mengatakan pemerintah Indonesia perlu memperkuat pagar imajiner berupa patroli keamanan di sejumlah perairan perbatasan yang berpotensi menimbulkan sengketa.

"Harus ada pagar imajiner. Dalam konteks ini bisa berupa patroli udara, laut, apapun itu, yang jelas kehadiran negara di perbatasan yang kritis, menjadi prioritas utama kalau kita tidak mau berhadapan dengan sengketa perbatasan," ujar Chappy dalam diskusi yang diselenggarakan PSAPI di Jakarta, Kamis.

Baca juga: Chappy: FIR wilayah udara Kepri harus dikuasai Indonesia

Pernyataan Chappy menyangkut konflik di perairan Natuna yang melibatkan kapal nelayan dan coast guard China.

Chappy mengatakan prinsip pertahanan dan keamanan suatu negara sama layaknya keamanan sebuah rumah. Sebuah pagar diperlukan untuk memastikan rumah atau negara aman dari serangan.

Baca juga: Pengamat: Perlu sinergi untuk perkuat penegakan hukum di laut Natuna

Jika menyangkut perbatasan di wilayah darat, kata dia, pagar bisa mudah dibangun dengan tembok beton. Lain halnya dengan perbatasan di wilayah perairan yang membutuhkan pagar imajiner berupa patroli keamanan.

Dia menekankan sejarah mencatat bahwa banyak penyebab perang terjadi lantaran disebabkan sengketa perbatasan. Kasus konflik Natuna, menurut dia, menjadi pelajaran bagi bangsa bahwa Indonesia belum cukup memberikan perhatian membuat pagar imajiner di perairan tersebut.

Baca juga: Pangkalan militer Natuna diminta tidak terletak di pusat pemerintahan

Sementara itu secara terpisah, terkait konflik Natuna ini, wartawan senior Parni Hadi yang turut hadir dalam diskusi PSAPI tersebut berpandangan bahwa konflik Natuna harus diselesaikan dengan jalan perdamaian.

"Satu-satunya solusi adalah jalan damai. Kita bicarakan lah. Jalan damai bisa dengan joint management, joint development atau co-development," kata Parni.

Dia mengatakan Indonesia memiliki hubungan baik dengan China. Di sisi lain China juga telah menyatakan bersahabat dengan Indonesia.

"Maka menurut saya tetap penyelesaian damai. Biar para ahli mengatur lah. Perang itu mahal," kata Parni.

Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2020