Jakarta (ANTARA) - Pemerintah didorong untuk mengoptimalkan pemanfaatan bank sampah sebagai salah satu solusi masalah sampah plastik yang berorientasi nilai ekonomi tinggi.

Anggota Komisi IV DPR, Yessy Melania, di Jakarta, Kamis, mengatakan bank sampah merupakan solusi bagi sampah plastik dengan orientasi nilai ekonomi.

“Salah satu langkah yang seharusnya dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah sampah plastik ini adalah memberikan ide yang orientasinya nilai ekonomi seperti bank sampah,” katanya.

Menurutnya, langkah itu bisa membantu menyadarkan masyarakat bahwa sampah ini ternyata bisa jadi berkah.

Di Komisi IV sendiri, kata Yessy, untuk melarang penggunaan plastik itu belum dibicarakan dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

"Kalau mau dilarang, saya setuju kalau yang dilarang itu plastik sekali pakai yang tidak bisa didaur ulang. Tapi itu juga kajiannya harus yang komprehensif terlebih dulu," ujarnya.

Baca juga: Bank sampah binaan raih penghargaan, PLN Disjaya ajak perkuat sinergi

Baca juga: Bank sampah Induk Banjarmasin buat layanan jemput sedekah sampah

Baca juga: Bank sampah Yogyakarta sulap sampah menjadi barang seni


Sementara Guru Besar Fakultas Ilmu Perikanan dan Kelautan Unhas, Prof. Akbar Taher, melihat plastik masih merupakan kebutuhan esensial dalam kehidupan manusia saat ini.

Ia berpendapat ke depan kebutuhan akan berbagai produk aplikasi plastik semakin meningkat. "Dan jangan lupa, bisnis plastik di Indonesia nilainya di atas Rp170 triliun per tahun pada 2018. Belum lagi dengan banyaknya mata rantai industri plastik yang menjadi hajat hidup banyak saudara-saudara kita,” katanya.

Di Malaysia dan Singapura misalnya bahkan juga masih menyediakan kantong plastik di supermarket dan tempat-tempat perbelanjaan lainnya. Padahal, tingkat konsumsi plastik perkapita di negara-negara tersebut sangat jauh melampaui tingkat konsumsi plastik perkapita di Indonesia.

Menurut dia, masalah mendasar adalah belum adanya penyeragaman cara pengelolaan sampah di seluruh wilayah provinsi dan kabupaten/kota yang mengikat dengan adanya sanksi berat di dalamnya. Selain itu, masalah pengelolaan lingkungan hidup belum menjadi prioritas pemerintah.

Hal ini kata dia, ditambah lagi dengan alokasi APBN dalam pengelolaan lingkungan hidup yang masih sangat minim, hanya sekitar 1,1 persen.

“Belum lagi dengan tingkat pendidikan masyarakat kita yang masih berada pada angka rata-rata 9 tahun. Kombinasi alokasi anggaran yang minim dan tingkat kesadaran masyarakat dalam memperlakukan sampah menjadi tantangan berat negara ini,” katanya. Jka hal ini tidak segera ditangani, persoalan sampah akan terus menghambat kemajuan Indonesia.*

Baca juga: Bank sampah Sunter Agung tawarkan empat produk ke nasabah

Baca juga: Program Pinasa ubah perilaku masyarakat Banggai terhadap sampah

Baca juga: Nabung sampah, edukasi kebersihan, sampai inklusi keuangan

Pewarta: Hanni Sofia
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020