Jakarta (ANTARA News) - Dengan modal pahit-getir pengalaman membesarkan sebuah partai politik, sejumlah tokoh partai kemudian tidak ragu untuk mendirikan partai baru bernama Partai Demokrasi Pembaruan (PDP) dengan model kepemimpinan baru yakni kepemimpinan kolektif.
    
Setelah hengkang dari PDI Perjuangan, Alm Abdul Madjid, Laksamana Sukardi, Roy BB Janis, Noviantika Nasution, Tjianda Wijaya, Didik Supriyanto, Budi Susilo serta tokoh politik lainnya melaksanakan sarasehan pada 29 Nopember hingga 1 Desember 2005.
    
Keputusan itu diambil setelah upaya memperbaharui PDIP tidak memperoleh dukungan. Justru upaya itu berujung pada pemberhentian (recall) dari PDIP.
    
Sarasehan menemukan kenyataan yang berkembang di Tanah Air bahwa bangsa Indonesia mengalami berbagai nestapa, derita dan tekanan berat karena berbagai sebab. Karena itu, lahirlah PDP pada 1 Desember 2005.
    
Dalam maklumat pendirian PDP, ditegaskan bahwa kekurangan dan kelemahan dalam berbagai aspek pemerintahan dan praktik penyelenggaraan negara tidak terlepas dari masalah budaya dan sistem politik.
    
Selain mengembangkan model baru kepemimpinan dalam partai politik, PDP juga partai yang memiliki kode etik bagi pimpinannya. Ini sebagai model baru demokrasi di partai politik.
    
Dengan model baru kepemimpinan partai politik, struktur kepemimpinan PDP terdiri atas Koordinator Pimpinan Kolektif Nasional (PKN) dijabat Laksamana Sukardi, Pelaksana Harian PKN Roy BB Janis, Sekretaris PKN PDP Didik Supriyanto.
    
Selanjutnya struktur kepemimpinan diisi tokoh-tokoh politik. Model kolektif seperti ini berlaku pula di tingkat propinsi, kabupaten maupun kota.
    
Menurut Didi Supriyanto dari beberapa pengertian sederhana tentang kepemimpinan kolektif jika diperas sekencang-kencangnya, arti terdalam yang terpendam dari collective leadership itu sesungguhnya tinggal meneteskan satu pengertian inti, yaitu gotong royong.  Gotong royong merupakan saripati hasil penggalian dari kepribadian bangsa Indonesia yang tercermin dalam Pancasila, katanya.
    
Ia mengatakan, sistem ini sudah seharusnya diterapkan untuk menyehatkan kehidupan demokrasi di tanah air sekaligus sebagai upaya sterilisasi kepemimpinan dari penyakit feodalistik yang bertabur money politic (politik uang) dan penuh nuansa konflik kepentingan. Lebih dari itu, sistem ini dinilai paling sesuai dengan karakter dan jati diri bangsa Indonesia.
    
Oleh karena itulah, PDP memilih sistem kepemimpinan kolektif agar bangsa ini kembali memiliki jati diri dan terhindar dari segala jenis penyakit di atas.
    
Sementara itu sebagai partai nasionalis, PDP masih menggunakan warna merah dengan kepala banteng berilustratif sebagai lambang partai.

Ikut pemilu

Pemilu adalah muara untuk menguji kekuatan sebenarnya sebuah partai politik. Bagi PDP, dalam hitungan beberapa bulan setelah didirikan, kepengurusan daerah, baik propinsi, kabupaten maupun kota sudah terbentuk.
    
Karena itu, PDP tidak banyak mengalami hambatan untuk bisa lolos sebagai peserta Pemilu 2009. Dalam pengundian nomor urut peserta pemilu, PDP memperoleh nomor 16.
    
Dalam penentuan daftar calon anggota legislatif (Caleg), PDP juga dapat melaksanakan ketentuan sesuai UU tentang Pemilu. Bahkan, untuk kuota 30 persen perempuan juga dapat dipenuhi.
    
Menurut Didik Supriyanto, partainya menempatkan mayoritas Caleg nomor jadi dari kalangan perempuan. Itu terlihat dari 30 persen lebih Caleg PDP di nomor urut satu adalah perempuan. "Calon-calon perempuan itu ditaruh di nomor jadi," katanya.
    
Dari 30 persen Caleg perempuan, 80 persen di antaranya kalangan muda. Sedangkan untuk kualitas Caleg PDP rata-rata sudah memiliki gelar strata satu (S1). Bahkan banyak yang telah menempuh jenjang pendidikan strata dua (S2). Latar belakang profesi mereka beragam, termasuk dari kalangan pers.
    
Kesiapan menghadapi Pemilu 2009 terus dilakukan. Sosialisasi partai beserta nomor urut juga dilakukan dengan berbagai strategi, termasuk dengan bhakti sosial memberi pelayanan kesehatan gratis kepada masyarakat.
    
Namun partai ini tidak sesumbar mengenai target perolehan suara. Tetapi kalangan memperkirakan setidaknya angka 15 persen menjadi sasaran untuk dapat diraih.
    
Begitu juga mengenai calon presiden dan wakil presiden masih terus dibahas di internal partai. Yang terpenting bagi PDP saat ini adalah berusaha keras memperoleh dukungan suara signifikan.
    
Namun mengenai pencalonan capres, Laksamana Sukardi dalam suatu pemberitaan mengatakan, ia berpikir untuk membuat semacam konvensi namun tentu konsepnya berbeda dengan yang dilakukan partai Golkar. Sebelum konvensi, seleksi calon dilakukan di tingkat pimpinan kolektif di masing-masing tingkatan, mulai kabupaten, provinsi, hingga tingkat nasional.
    
Pada saat internal PDP masih membahas Capres/Cawapres, Roy BB Janis menyampaikan pandangannya mengenai pasangan Capres/Cawapres yang akan diajukan. Pandangan yang dituangkan dalam buku berjudul "Wapres: Pendamping atau Pesaing".
    
Menurut Roy, pasangan calon presiden dan wakil presiden idealnya satu partai agar konsolidasi pemerintahan berjalan efektif. Namun pada era Pemilu dengan multipartai, hal itu tidak mudah terwujud karena banyak partai tidak percaya diri.
    
Ia mengatakan, sejarah telah membuktikan bahwa presiden dan wakil presiden yang tidak satu partai mengakibatkan tidak efektifnya pemerintahan. Selain kurang efektif, manajemen pemerintahan juga diwarnai persaingan terselubung antara kepentingan presiden dengan wakilnya. (*)

Pelaksana Harian
Ketua     
: H. Roy BB Janis, SH, MH
Sekretaris : KRHT. H. Didi Supriyanto, SH
Bendara    : Dra. Noviantika Nasution, MSi
Nomor Urut : 16

Kantor Pusat PKN PDP
Alamat     : Jalan Sisingamangaraja No. 21 Kebayoran Baru Jakarta Selatan, 12120
Telp       : 021-7264705. 7253151. 7208868.
Faks.      : 021-7208374. 7262867
SMS Center : 081585616119
Website    : www.pdp.or.id

Oleh Oleh Sri Muryono
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008