Saya minta langsung, tidak ada perantara. Saya bertanggung jawab untuk teknik, kita gak perlu perantara karena harus face to face. Kalau enggak, enggak akan keluar itu hasil evaluasi tekniknya
Jakarta (ANTARA) - Mantan Direktur Teknik dan EVP Engineering PT Garuda Indonesia Soenarko Kuntjoro dicopot sebelum selesai membahas mengenai perawatan mesin Rolls-Royce Trent 700 di perusahaan tersebut.

"Saya diberhentikan. Alasannya, waktu RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) saya dianggap tidak perform lah sebagai direksi dalam hal menjaga on time performance secara keseluruhan dan saya tidak menuntut jadi saya terima saja karena jabatan juga amanah," kata Soenarko saat bersaksi di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

Soenarko bersaksi untuk terdakwa Direktur Utama PT Garuda Indonesia 2005-2014 Emirsyah Satar dan pemilik PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo yang didakwa dalam kasus dugaan suap-menyuap sekitar Rp46,3 miliar dari Airbus, ATR dan Bombardier Canada serta pencucian uang.

Baca juga: Emirsyah didakwa lakukan pencucian uang

Dalam dakwaan disebutkan berdasarkan program Quantum Leap oleh Emirsyah Satar sejak 2005, pihak Rolls-Royce melakukan pendekatan kepada Emirsyah melalui Soetikno dengan menawarkan paket perawatan mesin RR Trent 700 melalui program total care program (TCP) yaitu program perawatan mesin yang seluruhnya dilakukan Rolls-Royce tanpa melibatkan pihak ketiga, sedangkan PT Garuda Indonesia saat itu menggunakan time and manterial based (TMB) karena kesulitan keuangan.

Emirsyah Satar lalu bertemu dengan Soetikno dan menyatakan tetap berkomitmen membantu Rolls-Royce dengan mengganti Soenarko Kuntjoro (Direktur Teknik dan EVP Engineering PT Garuda Indonesia) karena Soenarko tidak friendly dengan Rolls-Royce.

Soenarko lalu diganti Hadinoto Soedigno dan membuat pihak Rolls-Royce senang. Menurut Soenarko, ia lebih memilih untuk bicara langsung tanpa perantara.

"Saya minta langsung, tidak ada perantara. Saya bertanggung jawab untuk teknik, kita gak perlu perantara karena harus face to face. Kalau enggak, enggak akan keluar itu hasil evaluasi tekniknya," ungkap Soenarko.

Menurut Soenarko, ia belum dapat menyetujui TCP yang diajukan Rolls-Royce karena berdasarkan evaluasi, hasil perhitungan biaya yang harus dibayarkan Garuda berbeda.

"Belum menyetujui karena hitungan yang kita evaluasi itu berbeda, karena kita bikin surat ke Rolls-Royce. Bagaimana ini? Jadi banyak requirement yang memang kita belum setuju, makanya angkanya berbeda," ujar Soenarko menambahkan.

Soenarko lebih menyukai perawatan dengan cara Timeline Material Based (TMB) yang menurutnya Garuda hanya perlu membayar 1,5 juta dolar AS per bulan, sedangkan bila dengan TCP Garuda perlu mengeluarkan biaya 1,8 juta dolar AS per bulan untuk perawatannya.

Baca juga: Hipmi minta KPPU selidiki dugaan kartel agen tiket Garuda

"Kalau kita bicara cashflow ya bicara cicilan, bicara tadi itu power by the hour artinya dihitung berapa jam pesawat itu beroperasi. Kalau requirement bagaimana support-nya seperti apa itu baik TCP maupun TMB harus sama. Mau untuk secara pembayaran polanya bagaimana mau timeline material atau TCP ya support-nya harus menguntungkan Garuda," papar Soenarko menjelaskan.

Rapat evaluasi tersebut menurut Soenarko juga dihadiri oleh dirut Emirsyah Satar dan direksi lain.

"Tanggapan board of directors seingat saya evaluasi minta dilanjutkan, tapi memang minta dilanjutkan evaluasinya jadi jadi sampai saya selesai itu masuh open aja. Karena menunggu surat yang saya kirim ke Rolls Royce dan minta jawabannya," ungkap Soenarko.

Dalam perkara ini, Emirsyah Satar selaku Direktur Utama PT Garuda Indonesia tahun 2005-2014 didakwa bersama-sama dengan Hadinoto Soedigno dan Capt Agus Wahyudo menerima uang dengan jumlah keseluruhan Rp5,859 miliar; 884.200 dolar AS; 1.020.975 euro dan 1.189.208 dolar Singapura.

Suap itu diterima dari Airbus SAS, Rolll-Royce Plc dan Avions de Transport regional (ATR) melalui intermediary Connaught International Pte Ltd dan PT Ardhyaparamita Ayuprakarsa miliki Soetikno Soedardjo serta Bombardier Canada melalui Hollingsworld Management International Ltd Hong Kong dan Summberville Pacific Inc.

Suap tersebut diberikan karena Emirsyah telah mengintervensi pengadaan di Garuda Indonesia yaitu pengadaan pesawat Airbus A330 series, pesawat Airbus A320, pesawat ATR 72 serie 600 dan Canadian Regional Jet (CRJ) CRJ 1000 NG serta pembelian dan perawatan mesin Roll-Royc Trent 700.

Baca juga: Soetikno didakwa suap mantan Dirut Garuda Emirsyah Satar Rp46,3 miliar

Selain didakwa menerima suap, Emirsyah juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang yang totalnya mencapai sekitar Rp87.464.189.911,16.

Cara-cara yang dilakukan adalah pertama, mentransfer uang 480 ribu dolar Singapura menggunakan rekening Woollake International di UBS atas nama Mia Badilla Suhodo (mertua Emirsyah Satar) untuk ditransfer ke rekening BCA atas nama Sandrina Abubakar (istri Emirsyah) dan rekening Commonwealth Bank of Australia atas nama Eghadana Rasyid Satar (anak Emirsyah)

Kedua, menitip dana sejumlah 1.458.364,28 dolar AS(sekitar Rp20.324.493.788) ke rekening Soektino Soedarjo di Standard Chartered Bank.

Ketiga, membayar pelunasan utang kredit di UOB Indonesia berdasarkan Akta Perjanjian Kredit Nomor 174 senilai 841.919 dolar AS (sekitar Rp11.733.404.143,50). Keempat, membayar biaya renovasi rumah di blok SK No 7-8 Pondok Pinang Kebayorang Lama Jakarta Selatan senilai Rp639.224.425

Kelima, membayar apartemen unit 307 di 05 Kilda Road, Melbourne Australia senilai 805.984,56 dolar Australia (sekitar Rp7.852.260.262,77).

Kenam, menempatkan rumah di Jalan Rubi Blok G No 46 Kebayoran Lama atas nama Sandirna Abubakar untuk jaminan kredit Bank UOB Indonesia sebesar 840 ribu dolar AS (sekitar Rp11.679.780.000)

Ketujuh, mengalihkan kepemilikan 1 unit apartemen yang terletak di 48 Marine Parade Road #09-09 Silversea, Singapore, 449306 kepada Innospace Invesment Holding senilai 2.931.763 dolar Singapura (sekitar Rp
30.277.820.114,29).

Baca juga: KPK panggil mantan pejabat PT Garuda Indonesia

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020