Jakarta (ANTARA News) - Panitia Anggaran DPR menegaskan, meski pemerintah diberi fleksibilitas dalam pengambilan kebijakan jika terjadi krisis pada situasi ekonomi mendatang, fleksibilitas itu bukannya tidak terbatas. "Kebijakan yang bisa diambil hanyalah kebijakan-kebijakan yang tercantum dalam UU APBN 2009 yang baru saja disahkan oleh DPR," kata Wakil Ketua Panggar DPR Harry Azhar Azis di Jakarta, Minggu. Ia mengatakan, bahkan penetapan situasi krisis pun harus mendapat persetujuan dari DPR sebagai pemegang hak budget, sebelum akhirnya bisa dibahas kebijakan-kebijakan yang dapat diambil pemerintah. "Tidak boleh ada kebijakan di luar lima kebijakan yang dicantumkan dalam UU itu. Dan harus disetujui DPR dulu. Kalau tidak disetujui DPR artinya, langkah itu tidak dapat dijalankan," kata Harry menegaskan. Berdasarkan pasal 23 UU APBN 2009, lima kebijakan yang bisa diambil pemerintah melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya dan/atau pengeluaran melebihi pagu yang ditetapkan dalam APBN 2009; melakukan pergeseran antarprogram, antarkegiatan, dan/atau antarjenis belanja dalam satu kementerian lembaga (KL). Kemudian, melakukan penghematan belanja negara dalam rangka peningkatan efisiensi karena sasaran program prioritas yang tetap harus tercapai; melakukan penarikan pinjaman siaga dari kreditor bilateral maupun multilateral; serta menerbitkan surat berharga negara melebihi pagu yang ditetapkan. Menurut pemerintah, beberapa langkah yang dimasukkan dalam pasal 23 tersebut ditujukan untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk situasi pasar yang tidak kondusif sehingga penerbitan surat berharga negara untuk menutupi defisit anggaran gagal dilakukan. Sedangkan beberapa situasi yang bisa menyebabkan diambilnya salah satu keputusan itu adalah jika terjadi penurunan pertumbuhan ekonomi di bawah asumsi dan deviasi asumsi makro lainnya yang menyebabkan turunnya penerimaan negara dan/atau meningkatnya belanja negara secara signifikan; jika terjadi kenaikan biaya utang, khususnya imbal hasil surat berharga negara secara signifikan; dan jika terjadi krisis sistemik dalam sistem keuangan dan perbankan nasional yang membutuhkan tambahan dana penjaminan perbankan dan lembaga keuangan bukan bank (LKBB). Harry menambahkan, berdasarkan UU yang sama, maka pihaknya harus siap 1x24 jam untuk membahas usulan penetapan krisis dan kebijakan contingency atau darurat yang akan diambil, terutama yang terkait dengan asumsi makro ekonomi, penghematan/realokasi anggaran, dan/atau pinjaman/pembiayaan krisis oleh APBN. Mengenai penetapan krisis, ujarnya, ada dua kemungkinan yang menyebabkan DPR tidak setuju, yaitu jika DPR menganggap tidak ada krisis serta tidak perlu ada pembiayaan dilakukan; dan jika DPR menganggap ada krisis, tapi tidak perlu ada pembiayaan oleh APBN. "Karena bisa diselesaikan dengan mekanisme pasar dan penegakan hukum," jelasnya. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008