Jakarta, (ANTARA News) - Kijang Gunung (Muntiacus Montanus), species kijang yang tidak ditemukan dalam 100 tahun dan dianggap telah punah ditemukan kembali di Taman Nasional Kerinci Seblat, Sumatera, oleh tim Pelestarian Harimau Sumatra (PHS) dari Balai Taman Nasional Kerinci Seblat dan Fauna dan Flora International (FFI). "Pertama kali ditemukan pada 8 Agustus 2002 saat Montanus terjerat perangkap pemburu dan tim kami melepaskannya," kata Perwakilan dari FFI Indonesia, Dr J Sugardjito, di Jakarta, Jumat. Dia mengatakan species yang dianggap punah ini ditemukan diketinggian 2.400 meter Gunung Kerinci, sekitar 15 kilometer dari lokasi penemuan type specimen yang sama yang ditemukan di daerah Sungai Kring oleh Robinson dan Kloss pada tahun 1914. "Saat melakukan ekspedisi tersebut Robinson dan Kloss hanya menemukan bukti tengkorak dan kulitnya saja. Bukti tersebut disimpan di Raffles Museum Singapore, tapi hilang saat evakuasi pada tahun 1942 dimana Jepang menduduki Singapura," ujar dia. Untuk saat ini foto Kijang Gunung yang dimiliki oleh tim PHS dari Balai Taman Nasional Kerinci Seblat dan FFI, merupakan satu-satunya bukti di dunia bahwa species tersebut masih hidup di Taman Nasional Kerinci. Sementara itu, menurut peneliti mamalia dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), DRB Gono Semiadi, untuk meyakinkan ahli bahwa temuan ini merupakan Kijang Gunung yang telah punah dibutuhkan waktu satu tahun untuk penelitian. "Keyakinan sudah ada dari foto dan catatan dari buku-buku taxonomi, tetapi untuk bisa yakin 100 persen perlu ada pembanding yaitu tengkorak asli Kijang Gunung tersebut. Sayangnya yang di Singapura hilang, karena itu kami coba meminjam dari pemburu yang mungkin memilikinya," ujar dia. Menurut dia, specimen dari kijang yang telah punah ini didapat dari Belanda pada 1930. Sedangkan deskripsi awal dari Robinson dan Kloss bukan saja warna kulit yang lebih gelap yang berbeda dengan jenis kijang muntjak yang biasa ditemui di Sumatra, Bangka, dan Malaysia, tetapi juga tetapi ukurannya yang lebih kecil. Foto yang dimiliki FFI tersebut telah diteliti oleh Peneliti Inggris Robert Timmins, Profesor Dr Colins Grove dari Australian National University, dan DR Gono Semiadi dari LIPI.(*)

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2008