Jakarta (ANTARA) - Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/ Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Brodjonegoro menargetkan Indonesia mampu memproduksi dua juta motor listrik pada 2025.

"Dalam bersaing dengan negara lain di sektor kendaraan listrik, Indonesia tidak harus memulai dari kendaraan listrik berbentuk mobil pribadi, walaupun Indonesia akan tetap menuju ke sana. Target kami untuk kendaraan mobil listrik pada 2025 hanya 2.200 kendaraan, tapi pada 2050 diharapkan bisa lebih dari empat juta kendaraan. Tentu saja ini ambisius, tapi ada kompetisi saat ini pada revolusi industri keempat, kita perlu ada 'lompatan katak'," kata Menristek Bambang dalam acara Electric Vehicles Indonesia Forum and Exhibiton, Jakarta, Rabu.

Baca juga: Menristek: motor listrik didukung kesiapan layanan pascapenjualan

Target 2 juta motor listrik itu sesuai dengan kebutuhan kendaraan di tengah masyarakat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, perkembangan jumlah sepeda motor di Indonesia pada 2017 mencapai 113 juta kendaraan, jauh di atas mobil di angka 15 juta kendaraan.

Menristek Bambang mengatakan dalam persaingan kendaraan listrik global, Indonesia memulai pengembangan kendaraan listrik dari sepeda motor listrik dan baterai listrik.

"Sebagaimana yang kita tahu, Indonesia mengkonsumsi sepeda motor lebih banyak daripada mobil. Ini berarti kita perlu fokuskan kendaraan listrik pada motor listrik. Target pada 2025 lebih dari dua juta, dan pada 2050 13 juta (motor listrik), jadi semuanya harus disiapkan," ujarnya.

Indonesia saat ini sudah memiliki motor listrik GESITS yang dikembangkan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). GESITS saat ini sudah dapat dipesan masyarakat.

Menurut Menristek Bambang, pengembangan industri kendaraan listrik harus bersifat menyeluruh, tidak hanya produk akhir berupa motor atau mobil listrik, namun juga komponen-komponen penting bagi kendaraan listrik. Lompatan yang diambil pemerintah dimulai dari suku cadang dan baterai karena semua kendaraan listrik di Indonesia dan luar negeri pasti membutuhkan suku cadang dan baterai.

"Tidak ada mobil tanpa mesin. Tidak ada mobil listrik tanpa baterai dan tidak ada mobil tanpa 'spare parts (suku cadang) yang banyak, jadi kita juga perlu kembangkan ekosistem dari kendaraan listrik, termasuk industri suku cadang dan baterai," ujar Bambang.

Pemerintah saat ini mendorong banyak lembaga penelitian untuk mengembangkan baterai kendaraan listrik, terutama pengembangan baterai lithium dengan bahan mineral nikel yang banyak ditemukan di Indonesia.

"Ini dikembangkan oleh ITS dan UNS. Para peneliti di perguruan tinggi sudah mulai mengembangkan produk baterai lithium. Kita juga punya beberapa pelaku. Pertamina juga mengembangkan versi mereka sendiri. LIPI dan juga anak perusahaan dari PLN, PT Indonesia Power (juga mengembangkan baterai kendaraan listrik)," tuturnya.

Selain motor listrik dan baterai, saat ini 5 perguruan tinggi sedang mengembangkan bus listrik, yaitu Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Gadjah Mada (UGM), Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), dan Universitas Sebelas Maret (UNS).

"Inovasinya adalah Molina atau Mobil Listrik Nasional, bis elektrik dan Universitas Indonesia sudah menggunakan bis ini untuk mengantar mahasiswa dari satu fakultas ke fakultas lain atau dari stasiun kereta ke fakultas," ujarnya.
 

Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2019