Medan (ANTARA News) - Kualitas hasil tes "Deoxyribonucleic Acid (DNA)" di Indonesia belum dapat diandalkan sehingga belum bisa menjadi bukti utama dalam persidangan. Tindakan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jombang dinilai tepat dengan melanjutkan persidangan kasus pembunuhan Asrori karena hasil tes DNA yang disampaikan Mabes Polri hanya merupakan bukti pendukung, kata Guru Besar Fakultas Hukum USU, Prof. DR. Runtung Sitepu, SH, MHum di Medan, Jumat. Menurut Sitepu, kuasa hukum Maman Sugianto yang menjadi terdakwa kasus pembunuhan Asrori perlu meminta Mabes Polri untuk mengajukan bukti tambahan yang lebih kuat guna membebaskan kliennya dari tuntutan. Hasil tes DNA yang disampaikan Mabes Polri bahwa korban yang ditemukan di Kebun Tebu, Bandar Kedung Mulyo, Jombang belum dapat menjadi bukti kuat guna membebaskan Mamam Sugianto. Hasil tes DAN tersebut hanya alat bantu hakim dalam memutuskan perkara, bukan bukti otentik yang dapat menentukan putusan atau menghentikan sebuah persidangan serta perlu dinilai lagi oleh tim ahli kedokteran. Apalagi hasil tes DNA di Indonesia belum dapat diandalkan. "Buktinya masih sering terjadi salah diagnosa," kata Dekan FH USU tersebut. Namun, tambah Sitepu, Maman Sugianto dan dua terdakwa lain, Hambali alias Kemat, David Eko Priyanto yang telah dipidana dapat mengajukan rehabilitasi kepada negara jika terbukti tidak bersalah. Menurut catatan, PN Jombang menyidangkan Maman Sugianto atas kasus dugaan pembunuhan terhadap Asrori, penduduk Desa Kalang Semanding, Kecamatan Perak, Jombang, Jawa Timur. PN Jombang juga telah menjatuhkan putusan terhadap dua terdakwa lain, Hambali alias Kemat dengan hukuman 17 tahun penjara dan David Eko Priyanto 12 tahun penjara. Namun, mayat yang ditemukan kebun tebu, Bandar Kedung Mulyo, Jombang itu diidentifikasi Mabes Polri sebagai Faizin Suyanto, penduduk Nganjuk, bukan Asrori.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008