Jakarta (ANTARA News) - Sekitar seribuan calon haji (calhaj) dari 22 kabupaten/kota di Jawa Barat (Jabar) berunjuk rasa di depan Gedung Sate Kota Bandung, Senin, dan mendesak Gubernur Jabar secepatnya melakukan banding atas putusan PTUN yang menyatakan SK Gubernur No.451.14/ Kep.283-Yansos/ 2008 tentang kuota kabupaten/kota tidak sah. Mereka minta Gubernur Jabar tidak menyerah dan melakukan banding atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTU), pemberlakuan SK Gubernur tentang kuota Calhaj kabupaten/ kota harus tetap dijalankan, kata Koordinator Forum Komunikasi Jemaah Haji Indonesia, Dadan Bustanul Wildan di sela-sela aksinya di depan Gerbang Gedung Sate Bandung. Massa Calhaj juga menuding PTUN telah mengambil keputusan yang mendzolimi sebagian besar calon haji Jawa Barat yang sudah siap berangkat berhaji dengan regulasi yang sah. "Kami tidak merampas hak orang lain namun regulasi terakhir (SK Gubernur 452.14/ Kep.283 sudah benar dan seharusnya diberlakukan, saya minta Gubernur tidak mundur dan terus banding," kata Dadan. Sebelumnya Pemprov Jabar menetapkan kuota haji kabupaten/kota pada 1429 / 2008 -- melalui SK Gubernur Jabar nomor 451.14/Kep.283.Yansos/2008 tanggal 30 Mei -- yang menegaskan bahwa seluruh pembagian kuota jamaah haji kabupaten/kota pada musim haji November 2008 tergantung dan disesuaikan jumlah penduduk (Islam) daerah setempat dengan skala perbandingan 1:1.000. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya jumlah kuota haji untuk setiap kabupaten/kota diberikan secara acak. Untuk kota Bekasi, dengan penduduk kurang dari 2 juta orang mendapat kuota terbesar setiap tahun, yakni 8.000 jamaah. Kini kuota haji untuk Bekasi hanya 1.780 orang. Di sinilah pangkal soalnya. Seperti diketahui kuota haji kabupaten/kota di Jabar tahun 2008 yang diberikan pemerintah pusat (Depag) tak mengalami perubahan, yaitu sebesar 37.366 jemaah haji. Dari jumlah tersebut Pemerintah Provinsi Jabar mendistribusikan ke seluruh kabupaten/kota dengan berpedoman pada ketentuan satu berbanding seribu penduduk muslim. Beberapa hari sebelumnya, Selasa (19/8/2008), pihak pro dan kontra SK Gubernur tentang Kuota Haji menggelar demo di Bandung secara bersamaan di depan Gedung Sate dan PTUN Bandung. Kubu kontra SK minta gubernur mencabut keputusan tersebut. Sebaliknya, kubu pro mendesak gubernur agar tetap mempertahankan SK penetapan kuota haji kabupaten/kota di Jawa Barat. Kubu Kontra SK Gubernur, dengan koordinatornya Achmad mengatakan, SK tersebut bertentangan dengan asas keadilan. Sebelumnya Bekasi, dengan penduduk sekitar 2 juta jiwa, mendapatkan kuota haji sebesar delapan ribu kursi. Namun, setelah ada SK ini jumlah itu turun menjadi 1.974 kursi. Jika demikian tak mustahil pendaftar haji tahun 2007 baru bisa berangkat tahun 2018. Karena itu, mereka minta agar SK Gubernur dicabut, katanya yang mengaku sebagai wakil sekitar tiga ribu Calhaj asal Kota Bekasi di Bandung. Jika tidak, ia mengancam Calhaj asal kota Bekasi akan pindah ke Provinsi DKI Jakarta atau Banten. Jika ancaman itu direalisasikan tentu pindah atau mendaftar ke propinsi lain sebagai Calhaj bukan jalan keluar dari masalah namun membuat masalah di daerah lain. Pendaftaran menjadi Calhaj dari satu daerah ke daerah lain memang sudah tercium. Manipulasi data Kartu Tanda Penduduk (KTP). Terkait dengan ini, Kakanwil Depag Jabar pernah minta para kandepag di daerahnya untuk melakukan verifikasi data ulang jumlah penduduk yang beragama Islam. Koordinator Aksi Kubu Pro SK Gubernur Abdullah Usman, berpendapat, gubernur Jabar pantas mempertahankan SK Penetapan Kuota Haji. Hal ini sesuai keputusan dari Jawatan pengelola haji di Jeddah, Arab Saudi yang mengasumsikan satu orang jamaah haji per seribu. Seribu orang penduduk dalam satu kota akan diberangkatkan satu orang. Jadi, jelas adil, katanya. Putusan PTUN Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung mengeluarkan penetapan untuk menangguhkan Surat Keputusan (SK) Gubernur Jawa Barat no. 451.14/Kep.283-Yansos/2008 tentang Penetapan Kuota Haji Kabupaten/Kota tahun 2008 tertanggal 29 Mei 2008. Dengan keluarnya putusan tersebut Calhaj asal Bekasi, Jawa Barat, jelas merasa gembira. Perjuangan mereka membuahkan hasil. Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung, Jawa Barat, akhirnya membatalkan keputusan Gubernur Jabar tentang pembatasan kuota haji. Sidang itu sendiri berlangsung panjang, lebih dari empat jam, Rabu (3/9). Di akhir sidang, majelis hakim yang dipimpin Bambang Prihambodo memutuskan Gubernur Jabar tidak berhak membatasi kuota haji. Wewenang itu ada di tangan Menteri Agama. Menurut putusan itu, secara otomatis SK Gubernur Jabar gugur demi hukum. "Setelah beberapa kali sidang, hakim PTUN yang diketuai oleh Bambang Priyambodo, akhirnya mengeluarkan penetapan menangguhkan SK gubernur tersebut. Penetapan itu diputuskan pada Selasa 6 Agustus," kata Kartini Rahayu, kuasa hukum dari 21 calon jemaah haji asal Kota Bekasi, yang menggugat SK Gubernur Jabar tentang penetapan kuota haji ke PTUN. Calhaj dari Bekasi sebanyak 8.000 orang, tapi gubernur menetapkan kuota kota Bekasi 1.974 orang. Akibatnya, sebanyak 6.100 gagal berangkat. "Karena itu kami menggugat. Tapi dengan adanya penetapan dari hakim PTUN, mereka semua kemungkinan besar akan berangkat," katanya dengan nada gembira. Namun apakah putusan PTUN itu dapat dilaksanakan? Kepala Kanwil Depag Jabar Muhaimin Lufti mengatakan, keputusan belum bisa dilaksanakan. Hal ini sesuai dengan kebijakan pemerintah pusat dan internasional. Yang dimaksud dengan kebijakan internasional adalah kuota haji ditetapkan oleh negara-negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI), yaitu satu berbanding 1.000 penduduk muslim. Melalui pendekatan rasa keadilan, maka dengan cara itu semua calhaj yang ada di kabupaten/kota memiliki peluang yang sama dan merata untuk naik haji, kata Muhaimin Lutfi. Kepala Kantor Depag Kota Bekasi Abdul Rosyid, juga mendukung pernyataan atasannya, Muhaimin Lutfi. Katanya, upaya para pengunjuk rasa dari daerah ini mendatangi kantor pusat Depag di Jalan Lapangan Banteng, Jakarta, Senin (8/9) tak akan membuahkan hasil. Jatah kursi calon jamaah haji asal Kota Bekasi tetap mengacu pada surat keputusan (SK) Gubernur Jawa Barat yang berjumlah 1.974 orang. Hal ini juga dijelaskan Direktur Pengelola Biaya Penyelenggara Ibadah Haji dan Sistem Informasi Haji (BPIH dan SIH) Abdul Gafur Djawahir dalam percakapan dengan ANTARA, Senin (8/9). Selain keputusan belum mendapat ketetapan hukum, maka aturan pembatasan kuota haji tetap berlaku. Selama ini kuota haji masing-masing kota dan kabupaten ditentukan berdasarkan jumlah penduduknya, yaitu, satu dari per seribu penduduk, kata Djawahir. "Memang aturan mainnya demikian," kata Djawahir. Mengenai kesempatan banding yang berakhir 18 September, Rosyid mengatakan, sekalipun Gubernur Jabar Ahmad Heryawan tak melakukan banding, pelunasan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tetap tak bisa dilakukan. Pasalnya, masa pembayaran telah berakhir, paling lambat 10 September 2008. Jadi, kemenangan kelompok kontra yang menggugat SK Gubernur Jabar tentang kuota haji di PTUN belum tentu dapat dilaksanakan. Sistem komputerisasi haji berjalan terus. Semua Calhaj dari berbagai daerah di tanah air kini menjalani proses administrasi. Sementara Calhaj dari berbagai propinsi meminta perlakuan adil, yaitu sesuai ketentuan yang ada dan peraturan internasional. Apa pun dasar yang menguatkan putusan PTUN tersebut tak akan membuahkan hasil. Memang para Calhaj kota Bekasi sudah menyerahkan uang muka perjalanan haji sebesar Rp20 juta dari ongkos naik haji tahun ini sebesar Rp35 juta, tetapi mereka baru dapat naik haji sesuai urutan "kacang". Di sisi lain, bank penerima pembayaran ongkos haji tetap tidak melayani pembayaran atau pelunasan ongkos haji. Soal aksi protes dan ancaman gugatan calon jamaah haji, menurutnya, itu hak calon jamaah haji. Depag memang sudah sudah punya sistem yang tak dapat diubah.(*)

Oleh Oleh Edy Supriatna Sjafei
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008