Yogyakarta (ANTARA News) - Kasus salah tangkap oleh jajaran kepolisian terhadap orang yang disangka melakukan tindak pidana membuktikan aparat penegak hukum tidak profesional dan cenderung memaksakan diri untuk memenuhi target pengungkapan dan penuntasan terhadap suatu kasus. "Kasus salah tangkap ini sudah seringkali terjadi di lingkungan polisi, bukan hanya terhadap orang yang disangka pelaku kriminal tetapi yang cukup banyak dan meresahkan adalah dalam kasus-kasus narkoba, ini membuktikan kinerja polisi di lapangan tidak profesional dan hanya untuk memenuhi target saja," kata Ketua `Jogja Police Watch` (JPW), Kusno S Utomo, Sabtu. Menurut dia, untuk kasus-kasus yang banyak mendapat sorotan masyarakat polisi sering bertindak tidak sesuai prosedur dan memaksakan diri untuk segera menuntaskan kasus tersebut sehingga berdampak pada salah tangkap. "Seperti kasus penganiayaan yang mengakibatkan tewasnya wartawan Harian Bernas Fuad Muhammad Safruddin alias Udin 12 tahun lalu, polisi kemudian melakukan penangkapan terhadap Dwi Sumaji alias Iwik sebagai tersangka, padahal tidak punya bukti yang cukup kuat sehingga akhirnya di vonis bebas di Pengadilan Negeri Bantul," katanya. Ia mengatakan, ada sejumlah kasus yang diindikasikan polisi merekayasa termasuk dalam keterangan tersangka di Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dengan tekanan-tekanan maupun intimidasi sehingga orang tersebut terpaksa mengakui BAP meskipun itu bukan perbuatannya. "Bukan rahasia lagi jika polisi masih menggunakan cara-cara konvensial untuk membuat BAP seperti tekanan fisik dan intimidasi sehingga apa yang tertuang dalam BAP tidak murni lagi dan hanya untuk memenuhi target polisi," katanya. Lebih lanjut ia mengatakan, ini menjadi tugas Kapolri untuk melakukan koreksi dan evaluasi terhadap proses penyidikan selama ini, terutama di tingkat satuan wilayah seperti Polda, Polwil, Polwiltabes, Poltabes dan Polres hingga ke tingkat Polsek. "Kapolri harus segera membenahi masalah ini, karena ini menunjukkan bagian ketidakprofesionalan Polri," katanya. Ia menambahkan, dalam kasus salah tangkap terhadap tersangka pembunuh Asrori di Jombang Jawa Timur polisi tidak boleh lepas tanggungjawab dan berkilah ada dua Asrori yakni Asrori alias Zaki dan Asrori alias Aldo. "Polri tetap harus menunjukkan itikad baik dan jangan lempar tanggungjawab, apalagi dengan alasan bahwa terjadi kesalahan tes DNA. Bukankah tes tersebut yang mengambil sampel juga dari forensik polisi," katanya.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008