Semarang (ANTARA News) - Pendidikan politik bagi masyarakat merupakan hal terpenting untuk mengantisipasi terpilihnya kembali para politikus busuk, dan masyarakat harus bisa belajar dari pengalaman masa lalu agar tidak mengulangi kesalahan yang sama. Priyatno Harsastro, MA, Dosen Ilmu Politik pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang mengemukakan di Semarang, Jumat (29/8). "Pengetahuan tentang hak, kewajiban dan ruang lingkup politik harus benar-benar kuat di benak masyarakat sebelum menentukan pilihannya. Jadi masyarakat tidak hanya melaksanakan pesta demokrasi hanya untuk memenuhi kewajiban sebagai warga negara tetapi harus menganggapnya momen untuk menentukan kelangsungan hidupnya," katanya. Pada Pemilu 2009 mendatang bangsa Indonesia dihadapkan dengan kenyataan bahwa begitu banyak saluran aspirasi politik, baik melalui parpol ataupun calon legislatif yang diusung. Hal ini menyebabkan begitu banyak janji-janji yang akan dikumandangkan. Masyarakat perlu diberikan pencerahan dengan cara yang kreatif dan edukatif, bukan dengan sogokan uang. Bagi masyarakat Indonesia, ini lah saatnya menjadi dewasa dalam politik, membuka mata dan telinga lebar-lebar untuk pembelajaran politik. Oleh karena itu, katanya, masyarakat harus dapat menilai secara kritis dan argumentatif parpol dan caleg pada pemilu mendatang. Hanya parpol yang aspiratif dan caleg yang berkualitaslah yang tentu dipilih rakyat. Ia berharap, masyarakat tidak mudah terperdaya dengan mimpi-mimpi yang ditawarkan selama masa kampanye nanti. "Sudah saatnya masyarakat untuk kritis terhadap pemimpinnya," katanya. Dari 38 partai yang akan berlaga, baik partai baru maupun lama sama-sama menjanjikan harapan baru untuk lebih mensejahterakan masyarakat Indonesia. Sebagian besar politikus, termasuk yang tampil di partai baru, sudah jelas rekam jejaknya. Beberapa organisasi sosial telah mencoba mempublikasikan referensi tokoh-tokoh yang tergolong politikus busuk dan menghimbau agar rakyat tidak memilihnya. Politikus busuk yang masih berani mencalonkan diri umumnya telah larut dalam praktek yang korup sehingga gagal mengemban cita-cita reformasi dan memanfaatkan jabatan demi kekuasaan semata, bukan untuk mewujudkan masyarakat dan negara yang lebih baik. "Jadi masyarakat harus mau membuka mata dan telinga terhadap politik. Sebab bila masyarakat tidak jeli dan membiarkan orang bermasalah terpilih sebagai anggota legislatif, maka mereka berpotensi untuk menyalahgunakan kedudukannya," kata Achmad Mauludin, Sekretaris Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang. Namun, kata Achmad, sementara ini kategori politikus bermasalah yang ditetapkan oleh masing-masing organisasi massa ini berbeda satu sama lainnya. Ada yang mengkategorikan politikus busuk yang ditetapkan hanya berkaitan dengan masalah korupsi. Padahal, seharusnya siapapun yang pernah menimbulkan masalah bagi negara dan membohongi rakyat antara lain, politisi tersebut pernah melakukan korupsi, melakukan pelanggaran HAM, terlibat dalam perusakan lingkungan hidup, atau mungkin yang terlibat dalam kejahatan seksual tergolong politikus busuk.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008