Canberra (ANTARA News) - Anggota Komisi IV DPR, Darmayanto, bersama dua pejabat Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) tiba di Darwin, Senin, untuk memulai kunjungan kerja selama lima hari, terkait persoalan nelayan Indonesia yang ditangkap pemerintah Australia. Sekretaris II Fungsi Pensosbud Konsulat RI Darwin, Arvinanto Soeriaatmadja, mengatakan, kedua pejabat DKP yang mendampingi kunjungan kerja anggota DPR itu adalah Willem Gaspersz dan Johnny Banjarnahor. Direktur Kapal Pengawas Ditjen Pengawasan dan Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan, Willem Gaspersz, dan Kasubdit Pemantauan dan Pengendalian Ditjen Ditjen Pengawasan dan Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan, Johnny Banjarnahor, juga akan menghadiri forum pemantauan perikanan Indonesia-Australia. Persoalan nelayan merupakan salah satu isu penting dalam hubungan bilateral Indonesia-Australia. Pada 3 Agustus lalu misalnya, kapal nelayan Indonesia asal Pulau Rote, "Bahtera Gaharu", kembali ditangkap otoritas keamanan Australia di dalam wilayah perairan utara negara itu. Setelah lebih dari dua minggu ditahan di Darwin, tiga dari enam orang awaknya dipulangkan otoritas imigrasi Australia pada 20 Agustus lalu ke Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), via Denpasar Bali. Ketiga nelayan yang sudah dipulangkan itu adalah Jinto Nalle, Cadori Ambi, dan Lorens Lette, sedangkan tiga lainnya masih ditahan di Penjara Berrimah dan Pusat Penahanan Darwin, kata Sekretaris III/Staf Fungsi Pensosbud Konsulat RI Darwin, Wahono Yulianto. Pada April lalu, otoritas Imigrasi Australia bahkan sempat menahan sedikitnya 253 nelayan Indonesia di pusat penahanan Darwin. Mereka merupakan awak dari 33 kapal ikan yang ditangkap kapal-kapal patroli negara itu. Kasus penangkapan tersebut tidak selalu terkait dengan kesalahan para nelayan karena kedapatan berada di zona perairan Australia secara ilegal atau pun mengambil biota laut yang dilindungi UU Australia. Dalam beberapa kasus, para nelayan Indonesia juga menjadi korban penangkapan kapal-kapal patroli Australia yang melakukan operasi penangkapan di dalam perairan Indonesia. Berdasarkan MoU Box 1974, para nelayan tradisional Indonesia masih memiliki akses penangkapan di zona khusus sebagaimana tertera dalam peta yang disepakati ke dua negara. Kawasan yang diperbolehkan Australia bagi para nelayan tradisional Indonesia adalah Kepulauan Karang Scott, Seringapatam, Pulau Browse, Kepulauan Karang Ashmore, Pulau Cartier dan perairan di sekitarnya. (*)

Copyright © ANTARA 2008