Banjarmasin (ANTARA News) - Jika Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa yang mengharamkan rokok bagi umat muslim, terlalu ekstrim karena bisa berimbas pada ketenagakerjaan, kata Sekretaris III Fatayat Nahdlatul Ulama (NU) Muzaenah Zein. Pada Konferensi Besar Fatayat NU di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Sabtu, ia mengatakan fatwa tersebut rasanya terlalu ekstrim, karena ini akan sangat berpengaruh terhadap perekonomian masyarakat karena menyangkut ketenagakerjaan. Menurut dia, merokok memang tergolong perbuatan makruh, karena banyak merugikan kesehatan. "Namun, akan lebih bijak apabila larangan merokok bagi umat Islam disampaikan melalui kegiatan dakwah," katanya. Artinya, akan lebih tepat jika ditumbuhkan kesadaran dan pemahaman tentang bahaya merokok bagi kesehatan serta dampak yang ditimbulkan jika terus-menerus merokok. Perlu pula dilakukan sosialisasi terus-menerus agar masyarakat muslim menghindari rokok. "Melalui cara seperti ini tidak berbenturan dengan berbagai kepentingan lain terutama yang menyangkut perekonomian masyarakat," katanya. Sementara itu, dalam konferensi tersebut dibahas beberapa hal termasuk mengenai rencana pengembangan sumber daya perempuan melalui berbagai program dan bekerjasama dengan pemerintah. Beberapa program yang diminta untuk segera dilakukan MoU dengan beberapa instansi terkait di antaranya pengembangan Desa Siaga yang melibatkan kader Fatayat bekerjasama dengan dinas kesehatan. Menurut beberapa anggota Fatayat dari berbagai provinsi yang hadir pada konferensi ini, kader Fatayat selalu ambil bagian dalam kegiatan kemasyarakatan secara sukarela. "Kader Fatayat selalu menjadi pelopor dalam kegiatan yang dilakukan pusat pelayanan terpadu (posyandu), dan mereka bekerja secara sukarela," kata Dharmawati dari Fatayat Kalimantan Timur. Untuk bisa terus menjadi motivator, diharapkan Departemen Kesehatan memberikan insentif kepada para petugas posyandu minimal Rp25 ribu per kegiatan. Hal yang sama juga disampaikan Fatayat dari Nangroe Aceh Darussalam (NAD), bahwa saat ini telah dibentuk puluhan Desa Siaga di 10 kabupaten di NAD. Tapi sayang, dari Desa Siaga sebanyak itu tidak ada satupun yang bekerjasama dengan Departemen Kesehatan.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008