Jakarta (ANTARA News) - Panitia Angket Kenaikan Harga BBM DPR RI mengadakan pertemuan konsultasi dengan jajaran Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di Gedung DPR/MPR Jakarta, Kamis terkait hasil audit minyak dan pertemuan ini sebagai awal bagi DPR mendalami dugaan penyimpangan dalam pengelolaan minyak nasional. Pertemuan dipimpin Ketua Panitia Angket Kenaikan Harga BBM DPR Zulkifli Hasan dihadiri hampir seluruh anggota Panitia angket, sedangkan dari BPK hadir, antara lain Wakil Ketua BPK Udju Djuheri, Staf Ahli Migas BPK Aef Saefuddin, Kepala Auditorat VII A Bambang Widjajanto, Kepala Sub Auditorat VII A2 Ahmad Fuad, kasi BPPU Migas BPK Wasito, Kasi Pertamina 2 BPK Didik Hartanto serta Kasi BPPU Migas KPS 2 Hendratno Tri Wibowo. Sebagian besar Anggota Panitia Angket kenaikan Harga BBM menganggap data yang disampaikan BPK masih sangat dangkal. Bahkan bahan BPK itu sepadan dengan bahan yang ada di Komisi VII DPR dalam raker dengan mitra kerja. Anggota DPR berharap BPK membantu panitia angket dengan memberikan data-data lebih detil mengenai hasil audit investigasi yang telah dilakukan. Data yang diberikan BPK--meskipun tetap berguna--tetap belum memadai mengingat kerugian negara tidak digambarkan secara nominal tetapi secara kualitatif. "BPK masih terkesan malu-malu untuk menyampaikan data kepada DPR. Belum berani buka-bukaan," kata Anggota Panitia Angket Nadrah Izahari dari Fraksi PDIP. Sony Keraf juga menilai, data dari BPK masih sangat umum. "Kita harapkan BPK mau memberikan data hasil audit investigatif," kata mantan Menneg LH yang kini Anggota Komisi VII (bidang energi dan lingkungan hidup) itu. Wakil Ketua BPK Udju Djuheri memaparkan Kegiatan Usaha Hulu dan Hilir Minyak dan Gas Bumi di Indonesia namun tidak dipaparkan mengenai nilai nominal kerugian negara dari kegiatan usaha Migas. BPK juga tidak memaparkan mengenai ketentuan pemerintah yang dianggap menjadi sumber kerugian pada usaha Migas nasional. Udju menjelaskan, BPK belum memaparkan dsata-data secara rinci karena belum secara detil memahami apa kemauan DPR RI. Sebenarnya, apabila DPR menginginkan data secara detil, BPK memilikinya dan siap membantu DPR mengusut dugaan penyimpangan dalam usaha minyak yang merugikan negara. Dia mengakui, data yang disampaikan baru merupakan awal dari berbadai temuan yang dimiliki BPK. "Kami masih mencermati apa kira-kira yang diminta DPR. Justru kami baru tahu suasana kebatinan DPR RI sehingga kita pun siap membantu," katanya. Dia menyatakan, apa yang disampaikan baru informasi atau data permukaan dari berbagai data yang dimiliki BPK. "Data-data ada dari apa yang kita lakukan," katanya. Ketua Panitia Angket Zulkifli Hasan mengemukakan, pertemuan ini merupakan langkah awal dari serangkaian pertemuan dengan BPK. "Apa yang disampaikan BPK memang belum sesuai dengan harapan karena belum mendalam," katanya. Karena itu, pihaknya telah menetapkan jadwal pertemuan selanjutnya dengan jajaran BPK pada 17 September 2008. "Kita akan perdalam berbagai hal. Misalnya, ada indikasi `gap` antara konsumsi dengan produksi. Juga ada persoalan subsidi, ke mana diberikan dan siapa yang menerima subsidi itu," katanya. Selain itu juga menyangkut, persoalan impor minyak dan produksi (lifting) minyak yang mengalami penurunan. "Laporan ICW mengenai indikasi kerugian negara Rp194 triliun juga kita cermati, bahkan data dari Serikat Pekerja Pertamina, indikasi kerugian tidak Rp194 triliun, tetapi hampir Rp400 triliun," katanya. "Kita harapkan BPK lebih berani lagi, kalau perlu menyampaikan opini berdasarkan hasil audit investigasi yang telah dilakukan," kata Zul, politisi dari PAN.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008