Karawang (ANTARA News) - Ketua Yayasan Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB) Jeffry Pondaag pihaknya menuntut Pemerintah Belanda mengakui Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) 17 Agustus 1945. Hal tersebut dilakukan, karena hingga kini Pemerintah Belanda hanya mengakui kemerdekaan RI pada tanggal 27 Desember 1949. "Itu adalah tuntutan utama kami kepada Pemerintah Belanda," katanya kepada ANTARA News, saat mengunjungi para janda korban pembantaian tentara Belanda pada 9 Desember 1947 silam atas pejuang kemerdekaan RI Rawagede, Desa Rawagede, Kecamatan Rawamerta, di Karawang, Jabar, Sabtu. Karena itu, KUKB menyarankan agar para janda korban pembantaian Rawagede tidak berharap mendapat uang miliaran rupiah dari Pemerintah Belanda. "Untuk mendapatkan uang itu nomor sekian, yang pertama, Belanda harus mengakui dulu kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945," katanya. Selain itu, pihaknya juga menuntut Pemerintah Belanda segera minta maaf kepada bangsa Indonesia, karena telah melakukan penjajahan, pembantaian, pelangaran HAM berat, dan kejahatan kemanusiaan. "Kami akan terus berusaha agar pemerintah Belanda menerima tuntutan kami, demi bangsa Indonesia," katanya. Dikatakannya, sesuai dengan catatan sejarah, pada 9 Desember 1947 silam, tentara Belanda telah membantai 431 penduduk Rawagede. Pembantaian tersebut tidak saja dialami oleh warga Rawagede yang sudah dewasa. Warga yang masih berusia belasan tahun pun, saat itu dibantai oleh tentara Belanda. Ia menilai, pembantaian penduduk desa di Rawagede itu merupakan pembantaian terbesar setelah hal sama dilakukan tentara Belanda di Sulawesi Selatan, antara bulan Desember 1946 sampai Februari 1947. "Pemerintah Belanda melakukan ganti rugi, dengan memenuhi dua tuntutan Yayasan KUKB tersebut," demikian Jeffry Pondaag.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008