Urusan transportasi perkotaan umumnya diserahkan ke pemerintah kota untuk memikirkannya
Jakarta (ANTARA) - Pakar Transportasi Institut Teknologi Bandung Sony Sulaksono Wibowo berharap Kementerian Perhubungan memberi perhatian yang lebih  terkait isu angkutan massal perkotaan di periode kedua kepemimpinan Joko Widodo ini.

Sony kepada Antara di Jakarta, Kamis menjelaskan bahwa isu transportasi perkotaan kurang mendapat perhatian khusus dalam lima tahun ke belakang di mana sebagian besar terfokuskan kepada transportasi mudik, kereta cepat, LRT, MRT, jalan tol laying dan keselamatan.

“Urusan transportasi perkotaan umumnya diserahkan ke pemerintah kota untuk memikirkannya. Jika menyangkut beberapa wilayah dalam kota metropolitan, urusannya diserahkan ke pemerintah provinsi. Peran kemenhub hanya lebih memfasilitasi,” ujarnya.

Baca juga: Menhub sebut angkutan massal "tulang punggung" transportasi perkotaan
Baca juga: Bangun angkutan perkotaan, Bappenas sebut harus belajar dari Meksiko


Sony menuturkan salah satu pintu masuk yang dilakukan oleh pemerintah daerah, baik kota maupun provinsi adalah meminta rencana angkutan massal di daerahnya untuk dimasukkan ke dalam Proyek Strategis Nasional (PSN), sehingga memperoleh dukungan prioritas untuk pendanaan.

“Kemenhub untuk periode ke-2 ini harusnya bisa mengkaji lebih dalam lagi rencana-rencana angkutan masal perkotaan yang bisa menjadi prioritas dalam PSN,” ujarnya.

Saat ini, menurut dia, yang masih menjadi isu yang harus menjadi perhatian Kemenhub adalah angkutan sewa khusus (ASK) atau angkutan daring, baik taksi maupun ojek.

Sony menyoroti kasus yang terjadi di Indonesia cukup berbeda dibandingkan di negara lain, terutama terkait di kewenangan antarkementerian, di antaranya aplikator menjadi urusan Kementerian Komunikasi dan Informatika, kemitraan dengan pengemudi urusan Kementerian Ketenagakerjaan dan beralih ke Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah dan urusan pengemudi itu sendiri adalah Kemenhub.

“Dengan banyak tangan ini maka urusannya menjadi kompleks dan di ujungnya adalah kemenhub. PM yang ada tidak efektif karena hanya mengurus bagian hilir dari ASK. Mengurus ASK di jalan, sementara driver ASK, karena terikat kontrak sebagai mitra, lebih mendengar masukan dari aplikator. Sementara ini, aplikator menolak diatur oleh Kemenhub karena aplikator menganggap urusan IT ada di Kemenkominfo,” katanya.

Untuk itu, Sony menilai, Kemenhub harus lebih bisa tegas lagi untuk pengaturan ini karena di banyak negara urusan ASK cukup dipegang oleh Kementerian Transportasi.


Baca juga: Pemerintah diharapkan alokasikan insentif angkutan perkotaan
Baca juga: Menhub akui angkutan massal dan pelayaran rakyat masih belum optimal
Baca juga: Pemerintah mau 60 persen masyarakat pakai angkutan umum 2029


Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2019