Jakarta (ANTARA News) - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BPKM) Muhammad Lutfi, Senin, memanggil direksi dan komisaris lima perusahaan batubara terkait larangan bepergian ke luar negeri yang dikenakan pemerintah. "Pimpinan lima perusahaan tersebut berkomitmen menghormati ketentuan pokok Perjanjian Karya Pengusahaan Penambangan Batu Bara (PKP2B), termasuk bila ada tunggakan pembayaran royalti," kata Lutfi. Lima perusahaan tersebut yaitu PT Adaro Indonesia Tbk, PT Arutmin Indonesia, PT Kaltim Prima Coal, PT Berau Coal, dan PT Kideco Jaya Agung. Melalui keterangan tertulisnya, Lutfi menjelaskan, bahwa penetapan larangan ke luar negeri oleh pemerintah tidak bisa disalahkan karena dalam rangka penegakan hukum. "Tetapi, permintaan pengusaha atas pembayaran restitusi pajak dari pemerintah juga masuk akal karena lima perusahaan itu berstatus lex spesialis, kata Lufti. Ia menjelaskan, kelima perusahaan batubara tersebut menurut hukum memiliki status istimewa karena masuk dalam kategori Perjanjian Karya Pengusahaan Penambangan Batu Bara (PKP2B) Generasi 1 yang ditandatangani pada tahun 1982. "Status istimewa perlu untuk ditawarkan pemerintah Indonesia saat ini karena semua perusahaan batubara ketika itu adalah perusahaan asing sehingga tunduk pada peraturan investasi yang berbeda dengan perusahaan lokal," katanya. Namun demikian ujarnya semua perusahaan tersebut sudah berubah status menjadi perusahaan nasional melalui proses divestasi. "Di sinilah sumber perbedaan di antara pemerintah dan pengusaha dalam menginterpretasikan PKP2B Generasi 1," tegas Lutfi. PKP2B pertama ditandatangani dengan PT Kaltim Prima Coal pada 8 April 2008, disusul PKP2B dengan PT Kideco Jaya Agung 14 September 1982, dan PT Utah Indonesia pada 2 November 1981, PT Adaro Indonesia 16 November 1982, PT Berau Coal pada 26 April 1983. "Sesuai arahan Menteri Keuangan bahwa pemerintah menghormati kontrak kerja dengan seluruh pengusaha batu bara sesuai ketentuan pokok PKP2B Generasi 1. Seluruh pengusaha batu bara dan pemerintah harus memiliki interpretasi dalam menyelesaikan perselisihan secepatnya," katanya. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008